Hubungan Dua Korea Makin Panas, Menteri Unifikasi Korea Selatan Mundur
Dia menyatakan pengunduran dirinya sebagai bentuk tanggung jawab atas meningkatnya ketegangan antar-Korea.
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, SEOUL -- Presiden Korea Selatan Moon Jae-in menerima pengunduran diri
Menteri Unifikasi Kim Yeon-Chul, setelah Korea Utara menghancurkan Kantor Penghubung dan meningkatnya ketegangan dua negara.
Kim Yeon-Chul ditunjuk Presiden Moon sebagai Menteri Unifikasi pada bulan April tahun lalu.
Dia menyatakan pengunduran dirinya sebagai bentuk tanggung jawab atas meningkatnya ketegangan antar-Korea.
Dalam beberapa bulan terakhir, Korea Utara telah menghapus semua kerjasama dengan Korea Selatan.
Korea Utara meledakkan kantor penghubung di perbatasan kota Kaesong.
Korea Utara juga menyatakan akan memutus semua saluran komunikasi pemerintah dan militer.
Pun Korea Utara tidak lagi mengindahkan perjanjian militer yang dicapai pada 2018 lalu, untuk mengurangi ancaman konvensional, dan risiko pertempuran di daerah perbatasan dua Korea.
Masih belum jelas, siapa yang akan ditunjuk Presiden Moon untuk menggantikan Kim sebagai Menteri Unifikasi.
Ada usulan, Presiden Moon harus merombak kebijakan luar negerinya dan personil keamanan nasional di tengah hubungan yang memburuk dengan Korea Utara.
Korea Utara juga menolak tawaran Korea Selatan mengirimkan utusan khusus untuk melakukan pembicaraan mengenai ketegangan yang akhir-akhir ini terjadi.
Bahkan Korea Utara mengancam akan memperbanyak pasukan ke daerah perbatasan atau di Zona Demiliterisasi (DMZ).
Demikian laporan kantor berita Korea Utara, KCNA, sehari setelah Pyongyang meledakkan sebuah kantor penghubung bersama dengan Korea Selatan.
Baca: Korea Utara Ancam Kerahkan Pasukan, Korea Selatan: Belum Ada Kegiatan Mencurigakan
Pada Senin (15/6/2020), Presiden Moon Jae-in ingin mengirim penasihat keamanan nasionalnya, Chung Eui-Yong sebagai Utusan Khusus untuk melakukan pembicaraan dengan Korea Utara.
Namun Kim yo Jong, adik dari pemimpin Korea Utara Kim Jong un dan seorang pejabat senior Partai yang berkuasa, "menolak tawaran yang tidak bijaksana dan menyeramkan".