Mantan PM Malaysia Najib Razak Lolos dari Hukuman Cambuk, tapi Total Penjara selama 72 Tahun
Mantan PM Malaysia, Datuk Seri Najib Razak, dijatuhi hukuman penjara dan denda oleh Pengadilan Tinggi Malaysia atas tujuh dakwaan skandal korupsi IMDB
Penulis: Ika Nur Cahyani
Editor: Pravitri Retno W
TRIBUNNEWS.COM - Mantan PM Malaysia, Datuk Seri Najib Razak, dijatuhi hukuman penjara dan denda oleh Pengadilan Tinggi Malaysia atas tujuh dakwaan skandal korupsi IMDB (1Malaysia Development Berhad), Selasa (28/7/2020).
Hakim memutuskan Najib terbukti menyalahgunakan kekuasaan hingga pencucian uang senilai RM 42 juta (Rp144 milyar) dari mantan anak perusahaan IMDB, SRC International Sdn Bhd.
Dikutip dari Malay Mail, Hakim Pengadilan Tinggi, Mohd Nazlan Mohd Ghazali, mengatakan telah mempertimbangkan semua argumen yang diajukan pembela dan penuntut, termasuk kepentingan umum dan terdakwa.
Berdasarkan putusan hakim, Najib dihukum penjara total selama 72 tahun.
Baca: Mantan PM Malaysia Najib Razak Diputus Bersalah Atas Skandal Korupsi 1MDB
Baca: Tunggakan Pajak Mantan PM Malaysia Najib Razak Mencapai Rp 5,8 Triliun
Rinciannya adalah hukuman 12 tahun dan denda senilai RM 210 juta atas UU Anti-Korupsi Malaysia 2009 (23).
Lalu pelanggaran kepercayaan berdasarkan KUHP (409) mendapat hukuman penjara masing-masing selama 10 tahun.
Kemudian untuk dakwaan pelanggaran AMLA, yakni pencucian uang masing-masing penjara 10 tahun.
Tidak ada denda yang dikenai untuk pelanggaran ini.
Totalnya selama 72 tahun karena Hakim Mohd Nazlan mengatakan hukuman penjara akan berjalan bersamaan.
Jika Najib gagal membayar denda, Hakim Mohd Nazlan juga akan menambahkan hukuman 5 tahun penjara.
Adapun karena sudah memasuki usia lanjut yakni 67, mantan orang nomor satu di pemerintahan Negeri Jiran ini dibebaskan dari hukuman cambuk.
Selama penyelesaikan hukuman itu, Hakim Mohd Nazlan mengatakan akan menimbang kontribusi Najib terhadap negara dan pertumbuhan ekonomi.
Meskipun faktanya skandal korupsi ini dilakukan ketika Najib menjabat sebagai perdana menteri.
Hakim mengatakan hukuman juga harus mencerminkan kebijakan utama pencegahan dan retribusi.