Stasiun TV Al Jazeera Protes Keras Kantor Mereka di Kuala Lumpur Digerebek Polisi Malaysia
Otoritas keamanan Malaysia menyelidiki Al Jazeera terkait program investigasi nasib pekerja migran selama pandemi virus corona di negara itu.
Editor: Setya Krisna Sumarga
TRIBUNNEWS.COM, KUALA LUMPUR - Polisi Malaysia menggerebek kantor Al Jazeera di Kuala Lumpur, dan menyita dua komputer, Selasa (4/8/2020).
Stasiun televisi berpusat di Doha, Qatar, mengecam insiden itu sebagai "eskalasi yang mengganggu" dalam tindakan keras pemerintah terhadap kebebasan pers.
Penggerebakan terjadi setelah pihak berwenang di Malaysia mengumumkan mereka sedang menyelidiki Al Jazeera atas tuduhan penghasutan, pencemaran nama baik dan pelanggaran Undang-Undang Komunikasi dan Multimedia negara itu.
Penyelidikan dilangsungkan terkait program acara “101 East”, yang laporannya beberapa waktu lalu mengungkapkan perlakuan pemerintah Malaysia terhadap pekerja migran.
Terutama pekerja migran yang tidak berdokumen selama pandemi coronavirus. Laporan itu menunjukkan tindakan-tindakan negatif dan tidak adil dari pemerintah negara tersebut.
Giles Trendle, Direktur Pelaksana Al Jazeera edisi bahasa Inggris, mengatakan jaringan itu "sangat prihatin" oleh operasi itu.
Dakwaan kriminal yang disangkakan terhadap Al Hazeera, membawa konsekuensi hukuman penjara dan denda yang besar.
Ia meminta pemerintah Malaysia segera menghentikan investigasinya terhadap jurnalis jaringan Al Jazeera di Malaysia.
"Melakukan penggerebekan di kantor kami dan menyita komputer adalah eskalasi yang meresahkan dalam tindakan keras pihak berwenang terhadap kebebasan media,” kata Trendle.
Ia mengatakan, langkah hukum itu sebagai upaya pemerintah Malaysia mengintimidasi wartawan.
"Al Jazeera mendukung jurnalis kita dan kita mendukung pelaporan kita. Staf kita melakukan pekerjaan mereka dan mereka tidak punya jawaban untuk atau meminta maaf. Jurnalisme bukan kejahatan," lanjutnya dikutip dari Aljazeera.com.
Operasi hukum itu terjadi hampir sebulan setelah polisi Malaysia menanyai tujuh jurnalis Al Jazeera atas film dokumenter yang berjudul “Terkunci Lockdown di Malaysia”, yang disiarkan pada 3 Juli.
Sejak itu, Al Jazeera mengatakan stafnya dan orang-orang yang diwawancarai dalam film dokumenter itu telah menghadapi pelecehan, ancaman kematian dan pengungkapan detail pribadi mereka di media sosial.
Seorang lelaki Bangladesh yang diwawancarai untuk film pendek itu, Mohamad Rayhan Kabir, ditangkap pada 24 Juli.
Pihak berwenang mengatakan dia akan "dideportasi dan masuk daftar hitam untuk memasuki Malaysia selamanya".
Pejabat Malaysia mengkritik laporan investigasi 101 East sebagai tidak akurat, menyesatkan dan tidak adil. Al Jazeera membantah keras tuduhan itu.
Dalam beberapa bulan terakhir, jurnalis lain juga telah ditanyai tentang pelaporan mereka di Malaysia.
Tashny Sukumaran, seorang koresponden yang bekerja untuk South China Morning Post yang berbasis di Hong Kong, diinterogasi pada Mei setelah dia melaporkan penangkapan pekerja migran selama lockdown coronavirus.
Sementara seorang aktivis untuk pengungsi, Wan Noor Hayati Wan Alias, juga dipanggil polisi terkait postingian di Facebook tentang perlakuan pemerintah terhadap pekerja migran dan pengungsi.
Federasi Jurnalis Internasional (IFJ) telah mendesak Malaysia untuk membatalkan kasus terhadap Al Jazeera, dan untuk memungkinkan wartawan untuk melakukan pekerjaan mereka secara bebas.
"Ada pola yang berbeda di bawah krisis Covid-19 terhadap pekerja media yang ditargetkan di bawah Undang-Undang Komunikasi dan Multimedia Malaysia dan KUHP untuk sekadar melakukan pekerjaan mereka," kata organisasi itu dalam sebuah pernyataan pada Juli.
"Sangat penting bagi Malaysia selama pandemi untuk memprioritaskan hak publik untuk mengetahui dan agar media dapat melaporkan secara bebas dan adil tanpa ancaman penganiayaan," lanjut IFJ.
Dalam beritanya, Aljazeera belum menyertakan tanggapan, penjelasan, dan konfirmasi dari aparat kepolisian atau penegak hukum Malaysia.
Laman media Thestar.com.my, mendapatkan konfirmasi pendek dari otoritas kepolisian di Bukit Aman, Kuala Lumpur.
"Ya, pada pukul 11.30 pagi. Sebuah tim dari unit investigasi khusus CID, serta tim dari Komisi Komunikasi dan Multimedia Malaysia (MCMC) menggerebek tempat itu," kata Wakil Direktur CID Bukit Aman, Wakil Komandan Mior Faridalathrash Wahid.
Tidak ada rincian lebih lanjut yang diungkapkan Wahid sejauh ini.(Tribunnews.com/Aljazeera.com/xna)