Bank Dunia Siap Mobilisasi Bantuan Pembiayaan untuk Lebanon
Namun Bank Dunia tidak menunjukkan sumber daya apa yang dapat dialihkan ke upaya pemulihan pasca-ledakan di Beirut.
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON -- Bank Dunia menyatakan siap memberikan bantuan kepada Lebanon setelah ledakan yang menghancurkan pelabuhan Beirut, pada Selasa (4/8/2020).
Bantuan itu berupa pendanaan publik dan swasta yang dibutuhkan Lebanon untuk membangun kembali dan pemulihannya setelah hancur akibat ledakan.
Dalam pernyataannya, Bank Dunia mengatakan, "juga akan bersedia untuk memprogram ulang sumber daya yang ada dan mengeksplorasi pembiayaan tambahan untuk mendukung pembangunan kembali kehidupan dan mata pencaharian warga yang terkena dampak bencana ini."
Namun Bank Dunia tidak menunjukkan sumber daya apa yang dapat dialihkan ke upaya pemulihan pasca-ledakan di Beirut.
Pada bulan Juni lalu, para kreditur pembangunan multilateral mengumumkan mereka akan mengalokasikan 40 juta dolar AS dari 120 juta dolar AS dana program kesehatan yang ada bagi Lebanon untuk membantu melawan pandemi virus corona.
Ledakan besar ini juga masih belum hasil perundingan Lebanon dengan Dana Moneter Internasional (IMF).
Baca: Presiden Jokowi Sampaikan Ucapan Duka Cita: Indonesia Bersama Lebanon
Sejak Mei, IMF dan Lebanon telah berusaha untuk bekerja sama membuat paket dana talangan (bailout) yang lebih luas ditujukan untuk membendung krisis keuangan yang dipandang sebagai ancaman terbesar bagi stabilitas negara sejak perang saudara 1975-1990.
Pembicaraan itu macet di tengah ketidaksetujuan atas skala kerugian keuangan dalam sistem perbankan Lebanon.
IMF belum teelihat memberikn pernyataan resmi tentang bencana, selain kicauan dari Managing Director Kristalina Georgieva di Twitter.
Ia mengungkapkan "kesedihan mendalam atas jatuhnya korban tewas, luka-luja dan kehancuran" yang dihasilkan akibat ledakan.
Totak Kerugian Berkisar hingga Rp216 T
Gubernur Beirut Marwan Abboud memperkirakan kerugian akibat ledakan Selasa (4/8/2020) mencapai 10 hingga 15 miliar dolar AS atau sekitar Rp144 triliun-Rp216 triliun.
Jumlah ini termasuk kerugian langsung dan tidak langsung yang berkaitan dengan bisnis.
Demikian disampaikam Gubernur Beirut kepada Al Hadath TV pada Rabu (5/8/2020) waktu setempat, seperti dilansir Reuters, Kamis (6/8/2020).