Turki, Irak, dan Iran Borong Aneka Senjata Tempur Baru dari Perusahaan Rusia
Terkait pembelian sistem rudal S-400 oleh Turki, kontrak ini merupakan imbas dari kegagalan Turki mendapatkan jet tempur F-35 dari AS.
Editor: Setya Krisna Sumarga
TRIBUNNEWS.COM, BEIRUT – Turki telah mencapai kesepakatan dengan perusahaan Rusia untuk pengiriman tahap kedua sistem rudal S-400.
Perkembangan ini diumumkan Rosoboronexport, industri senjata terbesar di Rusia, Minggu (23/8/2020). Nota kesepakatan telah ditekan Moskow dan Ankara.
Perkembangan lain, Iran juga mencapai tahap sangat baru menyangkut kerjasama militer Rusia-Iran. Level baru ini diduga kuat terkait pembelian sistem rudal.
Sementara militer Irak juga tengah menyiapkan pembelian dalam jumlah besar aneka senjata canggih, kendaraan lapis baja, hingga jet tempur Sukhoi Su-57.
Rusia saat ini tengah menggelar pameran senjata Army 2020 di dekat Moskow, yanag menarik calon-calon pembeli potensial dari berbagai negara.
Terkait pembelian sistem rudal S-400 oleh Turki, kontrak ini merupakan imbas dari kegagalan Turki mendapatkan jet tempur F-35 dari AS.
Turki membalas tentangan itu lewat cara berpindah ke Rusia untuk mendapatkan sistem rudal pertahanan udara. Tahap pertama sistem rudal S-400 telah diinstal di Turki.
Sebagai anggota NATO, Turki telah melanggar ketentuan untuk tidak membeli persenjataan dari Rusia, yang dianggap musuh blok.
"Kontrak telah ditandatangani, dan kami sedang mendiskusikan dengan mitra kami metode pembayaran finansial untuk implementasi kontrak ini," kata pejabat Rosoboronexport, Alexander Mikheyev.
Ketua Dewan Industri Pertahanan Turki, Ismail Demir, mengkonfirmasi Moskow dan Ankara pada prinsipnya telah mencapai kesepakatan mengenai pasokan tahap kedua sistem rudal S-400.
Kesepakatan ini menimbulkan ketidakpuasan di Washington, yang menuntut Ankara meninggalkannya, dan membeli sistem rudal pertahanan Patriot AS.
Washington mengancam akan menunda atau bahkan membatalkan penjualan pesawat tempur F-35 terbaru ke Turki, serta menjatuhkan sanksi sesuai hukum mereka.
Ankara menolak untuk membuat konsesi dan melanjutkan negosiasi pada batch tambahan S-400, yang membuat Washington sangat kecewa.
Sementara Irak tertarik membeli kendaraan infanteri dari Rusia dan dalam meningkatkan hubungan militer Baghdad-Moskow.
Rencana itu diungkapkan Imad Al-Zuhairi, inspektur militer untuk Kementerian Pertahanan Irak di sela-sela pameran senjata di Moskow.
"Kementerian Pertahanan Irak (ingin) bekerja sama dengan pemerintah Rusia dan dengan Kementerian Pertahanan Rusia dalam pasukan pertahanan udara dan infanteri," kata Al-Zuhairi.
"Ya, itu benar," kata pejabat itu ketika ditanya apakah Irak ingin membeli kendaraan infanteri dari Rusia untu angkatan darat mereka.
Ia juga mengatakanIrak ingin meningkatkan kerja sama militer dengan Rusia dan melakukan latihan untuk berbagi pengalaman dalam memerangi terorisme.
"Pamerannya sangat bagus, dan kualitasnya sangat bagus. Ini adalah pesan yang jelas dari Irak ke Rusia. Rusia memiliki hubungan yang baik dan dia menawarkan bantuan militer,” imbuhnya.
“Situasi di negara kami membutuhkan bantuan dari Rusia, dan kami setiap tahun datang ke pameran," tambah Al-Zuhairi.
"Untuk membeli lapis baja, pesawat, tank, membeli segalanya ... sebagian untuk pasukan darat, kami fokus pada pasukan. Tapi saya seorang pilot, saya butuh pesawat, saya butuh pesawat tempur, Su-57,” lanjutnya.
“Helikopter. Kami memiliki banyak helikopter dari Rusia, Mi-35, Mi-28, Mi-17… Itu adalah kekuatan (udara) utama di Irak," tegas pejabat Kemenhan Irak itu.
Pada kesempatan terpisah, Duta Besar Republik Islam Iran untuk Moskow, Kazem Jalali, mengemukakan, negaranya mencapai babak baru kerjasama militer dengan Rusia.
Menteri Pertahanan Iran Amir Khatami telah tiba di Moskow untuk bertemu dengan mitranya dari Rusia dan sejumlah pejabat pertahanan teras lain.
Jalali memuji upaya Kremlin untuk mempertahankan pencabutan larangan global PBB atas penjualan senjata ke Iran, yang akan berakhir pertengahan Oktober 2020.
"(Dengan menolak resolusi AS untuk melanjutkan larangan), Rusia menunjukkan penentangan tindakan ilegal dan sia-sia oleh Amerika Serikat," kata Jalali.
Menteri Pertahanan Iran, Jenderal Amir Hatami, akan terbang ke Moskow pekan ini untuk bertemu dengan mitranya dari Rusia menyusul akan berakhirnya sanksi embargo senjata PBB ke Iran.
Menurut laporan, Hatami akan membahas akuisisi senjata baru dari Rusia, termasuk pesawat tempur baru dan sistem pertahanan udara.(Tribunnews.com/Sputniknews/AlMasdarNews/xna)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.