Perbaikan Hubungan UEA-Israel: Menlu AS Tur ke Negara Arab hingga Kecaman dari Oposisi
Barisan oposisi normalisasi hubungan Uni Emirat Arab dengan Israel menentang penandatanganan kerja sama antara keduanya.
Penulis: Ika Nur Cahyani
Editor: Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS.COM - Barisan oposisi normalisasi hubungan Uni Emirat Arab dengan Israel menentang penandatanganan kerja sama antara keduanya.
Asosiasi yang didirikan enam oposisi UEA ini dinamai Uni Perlawanan UEA Melawan Normalisasi atau al-Rabetat al-Emaratiyat Le Moqavemat al-Tatbi’e.
Adapun orang-orang di dalamnya memiliki misi untuk menolak segala bentuk normalisasi negara Teluk dengan Israel, dikutip dari Jerussalem Post.
Baik bidang ekonomi, olahraga, keamanan, sosial, hingga politik.
Para oposisi ini mengklaim bahwa normalisasi berarti melegitimasi pendudukan Israel atas tanah Palestina.
Baca: PKS: Normalisasi Hubungan UEA-Israel Berpengaruh Terhadap Perubahan Geopolitik Timur Tengah
Baca: Trump Berharap Arab Saudi Ikuti Jejak UEA Normalisasi Hubungan dengan Israel
Bahkan mereka menyebutnya sebagai tindak pengkhianatan.
Saeed Nasser al-Taniji, Saeed Khadim bin Touq al-Mari, Ahmad al-Shaybah, Hamid Abdullah al-Nuaymi, Hamad Mohammed al-Shamesi dan Ibrahim Mahmoud Al-e Haram termasuk di antara para oposisi UEA yang mendirikan kelompok ini.
Asosiasi ini bertujuan menekankan penolakan masyarakat UEA terhadap normalisasi, meminta agar oposisi bisa menyuarakan penolakannya kepada pihak di kawasan Teluk dan negara-negara Arab, meningkatkan kesadaran akan bahaya normalisasi, dan mendukung Palestina.
Tidak jelas apakah asosiasi ini memiliki dukungan besar di UEA.
Namun media Turki dan Iran mengabarkan gerakan ini dalam tiga bahasa, Arab, Persia, dan Inggris.
Salah satu pendiri asosiasi, Al-Shaybah menyatakan bahwa ada komite rakyat dibentuk sejak tahun 2000.
Komite tersebut didirikan untuk menentang normalisasi dengan Israel dan tetap beroperasi hingga 2011.
Israel dan UEA sepakat normalisasi hubungan sejak Presiden AS Donald Trump membahas ini dalam sambungan telponnya dua pekan silam.
Menjadikannya sebagai perjanjian pertama Israel dengan negara Arab dalam 25 tahun.
Perjanjian meliputi pendirian kedutaan dan pertukaran duta besar, investasi ekonomi ke Israel, perdagangan, penerbangan langsung Tel Aviv-Abu Dhabi.
Selain itu ada investasi kepada Israel terkait vaksin Covid-19, serta bentuk kerja sama lainnya di bidang energi dan air.
Namun elemen penting dari kesepakatan itu untuk UEA adalah harapan warganya bisa mengunjungi Masjid Al Aqsa di Yerussalem.
Menlu AS Tur di Negara Arab Sambut Normalisasi
Menteri Luar Negeri AS, Mike Pompeo dikabarkan sampai di Yerussalem untuk memulai turnya ke negara-negara Arab pada Senin (24/8/2020).
Adapun tur itu bertujuan menyambut normalisasi hubungan Israel dengan UEA dan mendorong negara Arab lain untuk mengikuti jejak yang sama, dikutip dari Arab News.
Setelah bertemu dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, dia akan mengunjungi tokoh-tokoh lainnya di Sudan, Bahrain, dan UEA, sebagaimana dikatakan pihak Departemen Luar Negeri AS.
Sebelum memulai normalisasi dengan UEA, Israel hanya menandatangani perjanjian damai dengan Mesir dan Yordania.
Menyusul kesepakatan yang disponsori AS yang diumumkan pada 13 Agustus, mitra baru mengatakan akan mempromosikan perdagangan, terutama penjualan minyak Emirat ke Israel dan teknologi Israel ke Emirates, serta meningkatkan pariwisata dengan membangun hubungan udara langsung.
Baca: Diblokir di Amerika Serikat, Pengguna WeChat Gugat Presiden Trump
Baca: Donald Trump Gencarkan Potensi Vaksin Covid-19 dari Oxford Agar Bisa Digunakan Sebelum Pilpres
Selama kunjungannya, Pompeo akan membahas masalah keamanan regional terkait pengaruh Iran, membangun, dan memperdalam hubungan Israel di kawasan itu.
Rencana perdamaian Timur Tengah Trump, diumumkan pada Januari silam dengan berkaca pada kerja sama antara Israel dan beberapa negara Arab.
Sayangnya normalisasi ini seakan memberi lampu hijau negara Yahudi tersebut untuk mencaplok Tepi Barat Palestina.
Dalam kesepakatannya dengan UEA, Israel mengaku akan menangguhkan rencana aneksasinya.
Kendati demikian pihak Israel tidak menjelaskan berapa lama penangguhan tersebut.
Palestina mengecam langkah UEA bagaikan menikam dari belakang, sebab konflik negara ini dengan Israel masih belum tuntas.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)