Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Bocoran Snowden Terbukti, Intelijen AS Sedot Metadata Ponsel Jutaan Warga Amerika

Program "pengumpulan massal" metadata itu dinyatakan melanggar Undang-Undang Pengawasan Intelijen Asing.

Editor: Setya Krisna Sumarga
zoom-in Bocoran Snowden Terbukti, Intelijen AS Sedot Metadata Ponsel Jutaan Warga Amerika
Kompas.com
Poster dukungan terhadap Edward Snowden di depan Gedung Putih. 

TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON - Pengadilan banding federal AS memutuskan program pengumpulan metadata telepon yang digunakan Badan Keamanan Nasional (NSA) untuk memata-matai orang Amerika adalah illegal.

Fakta hukum ini persis seperti yang dikatakan eks agen NSA, Edward Snowden, yang membongkar praktik jahat intelijen AS ini  tujuh tahun lalu. Snowden kini tinggal di Rusia, mendapatkan suaka negara itu setelah kabur dari Amerika.

Putusan pengadilan banding federal AS itu diberitakan berbagai media, Kamis (3/9/2020). Keputusan panel tiga hakim pengadilan banding Ninth Circuit diambil sehari sebelumnya, Rabu (2/9/2020).

Program "pengumpulan massal" metadata itu dinyatakan melanggar Undang-Undang Pengawasan Intelijen Asing.

Pendapat Hakim Marsha Berzon dilaporkan berisi banyak referensi ke Edward Snowden, dan perannya dalam mengungkapkan program tersebut kepada public. Snowden kini berstatus dicari oleh pemerintah AS.

Snowden langsung mengomentari putusan tersebut. Ia mengatakan dia tidak pernah membayangkan akan melihat pengadilan mengutuk NSA, dan memberinya pujian karena mengekspos program tersebut.

“Namun hari itu telah tiba," kata Snowden lewat akun Twitternya. Snowden kabur dari AS, terbang ke Hong Kong ketika AS membatalkan paspornya pada 2013.

Berita Rekomendasi

Setelah melanjutkjan terbang ke Rusia, ia sempat terjebak di Bandara Internasional Moskow sebelum akhirnya mendapatkan suaka politik di Rusia, tempat dia tinggal sejak saat itu.

Keputusan itu mungkin membuka jalan bagi Snowden melihat tuduhan terhadapnya dicabut oleh aparat hokum AS, atau mungkin menerima pengampunan presiden.

Sementara orang-orang yang mewakili American Civil Liberties Union (ACLU) yang membawa kasus ini, yaitu empat imigran Somalia yang dihukum atas dakwaan mendanai kelompok teroris Al-Shabaab, tidak akan terpengaruh.

Pengadilan banding Ninth Circuit mengatakan program NSA memainkan peran yang sangat kecil di kasus itu, dan tidak merusak keyakinan mereka.

Kasus Basaaly Moalin dan tiga rekan tergugatnya adalah satu-satunya contoh yang diakui oleh pemerintah AS di mana data yang dikumpulkan berdasarkan Bagian 215 dari Undang-Undang PATRIOT AS digunakan untuk mengamankan dakwaan atas terorisme.

Putusan tersebut juga tidak ada hubungannya dengan program pengawasan, karena diganti pada 2015 oleh ketentuan Undang-Undang Kebebasan AS, yang pada gilirannya diizinkan berakhir pada akhir 2019.

Program yang dimodifikasi ini meminta perusahaan telepon untuk mengumpulkan data dan memberikannya kepada pemerintah atas permintaan, yang cukup kontroversial.

Pengungkapan Snowden sangat mengejutkan karena pada awal tahun itu, Direktur NSA James Clapper langsung mengatakan kepada panel Senat, agensi tidak secara sadar mengumpulkan semua jenis data jutaan orang Amerika.

Clapper sejak itu menawarkan sejumlah alasan pernyataannya itu bukan kebohongan. Saat panel di Senat AS, Clapper berdalih awalnya dia mencoba menjawab pertanyaan rumit yang seharusnya tetap dirahasiakan.

Clapper kemudian menjadi Direktur Intelijen Nasional yang bertanggung jawab atas apa yang disebut penilaian intelijen tentang "campur tangan Rusia" dalam pemilihan AS.

Setelah Trump terpilih, Clapper kerap muncul di CNN sebagai pakar keamanan.  Saat ditanya pada awal 2013 apakah NSA telah mengumpulkan semua jenis data tentang jutaan orang Amerika, Clapper menjawab (itu dilakukan) tidak dengan sengaja.

Hanya beberapa bulan kemudian, Snowden merilis kumpulan dokumen eksplosif pertamanya yang mengungkap program pengumpulan data rahasia besar-besaran NSA.(Tribunnews.com/RussiaToday/xna)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas