Presiden Brasil Tolak Vaksin Covid-19 dari China: Orang Brasil Tak Akan Jadi Babi Guinea Siapapun
Presiden Brasil menolak keputusan Menteri Kesehatan Brasil Eduardo Pazuello terkait pembelian vaksin Sinovac dari China.
Penulis: Ika Nur Cahyani
Editor: Citra Agusta Putri Anastasia
TRIBUNNEWS.COM - Presiden Brasil menolak keputusan Menteri Kesehatan Brasil, Eduardo Pazuello, terkait pembelian vaksin Sinovac asal China.
Dilansir Al Jazeera, Menkes Eduardo merupakan orang ketiga yang diberi kepercayaan menanggulangi wabah Covid-19 di negara Amerika Latin ini.
Sejak pandemi, Brasil memang sudah berkali-kali berganti menteri kesehatan.
Menyoal vaksin Sinovac, rencana Eduardo mendapat ganjalan dari Presiden Jair Bolsonaro.
Bolsonaro menyatakan penolakannya itu di media sosial, Rabu (21/10/2020) setelah muncul komentar negatif terkait vaksin bauatan China dari pendukung presiden.
Diketahui, orang-orang pendukung presiden menentang pembelian vaksin Coronavac yang dikembangkan China Sinovac Biotech Ltd.
Baca juga: Presiden Brasil Jair Bolsonaro Kecam Komentar Joe Biden atas Hutan Hujan Amazon dalam Debat Capres
Baca juga: Seorang Sukarelawan Uji Klinis Vaksin AstraZeneca di Brasil Meninggal
Kesepakatan pembelian vaksin untuk kebutuhan nasional itu diumumkan sehari sebelumnya oleh Kementerian kesehatan.
"Orang-orang Brazil TIDAK AKAN MENJADI BABI GUINEA SIAPA PUN," tulis Presiden di halaman Facebook dan Twitter-nya.
Ia juga menambahkan bahwa uang miliaran tidak pantas dibelikan pengobatan yang masih diuji keampuhannya.
"Keputusan saya adalah tidak memperoleh vaksin yang disebutkan di atas," tambahnya.
Bolsonaro menyebutnya sebagai 'vaksin China Joao Doria', mengacu pada Gubernur Sao Paulo.
Presiden mengatakan, pemerintahannya tidak akan membeli vaksin apa pun sebelum Kementerian Kesehatan dan regulator Anvisa menyetujuinya.
Adapun Doria, mantan sekutu presiden yang berubah menjadi saingan, mempromosikan vaksin dari China itu.
Menyusul pertemuan dengan Doria, Menkes Eduardo Pazuello mengatakan, pemerintah telah menandatangani perjanjian awal untuk memperoleh 46 juta dosis vaksin Butantan-Sinovac.