Naikkan Status Keamanan, Prancis Kerahkan Ribuan Tentara Jaga Tempat Ibadah dan Sekolah
Presiden Prancis akan mengerahkan ribuan lebih tentara untuk melindungi situs-situs penting seperti tempat ibadah dan sekolah-sekolah.
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, PARIS — Presiden Prancis Emmanuel Macron meningkatkan keamanan di negaranya, setelah seorang pria Tunisia yang menggunakan pisau memenggal kepala seorang wanita dan membunuh dua orang lainnya di sebuah Gereja di kota Nice, Prancis pada Kamis (29/10/2020).
Reuters melaporkan, Jumat (30/10/2020), Presiden Prancis akan mengerahkan ribuan lebih tentara untuk melindungi situs-situs penting seperti tempat ibadah dan sekolah-sekolah.
Langkah itu diambil karena peringatan keamanan negara itu dinaikkan ke tingkat tertinggi.
Kepala Jaksa anti-terorisme Jean-Francois Ricard mengatakan tersangka dalam serangan Kamis (29/10/2020) adalah seorang pria Tunisia yang lahir pada tahun 1999 yang telah tiba di Eropa pada 20 September di Lampedusa, Italia di lepas pantai Tunisia yang merupakan titik pendaratan utama bagi para migran dari Afrika.
Seorang sumber keamanan Tunisia dan sumber polisi Prancis menyebut tersangka bernama Brahim Aouissaoui.
Ricard mengatakan kepada sebuah konferensi pers di Nice, bahwa pria itu telah memasuki kota Nice menggunakan kereta api pada Kamis pagi dan menuju ke Gereja, di mana dia menikam dan membunuh serta memenggal kepala seorang wanita berusia 60 tahun.
“Dia juga menikam seorang wanita berusia 44 tahun yang melarikan diri ke kafe terdekat di mana dia memberikan pesan sebelum meninggal,” kata Ricard.
Polisi kemudian tiba dan pelaku mendekati aparat dan serta mengancam sembari berteriak "Allahu Akbar," sehingga polisi harus menembak dan melukainya.
"Pada penyerang, kami menemukan Alquran dan dua telepon, pisau yang dipakai untuk menyerang berukuran 30cm. Kami juga menemukan tas yang ditinggalkan oleh penyerang. Di sebelah tas ini ada dua pisau yang tidak digunakan dalam serangan itu," kata Ricard.
“Tersangka berada di rumah sakit dalam kondisi kritis,” katanya.
Baca juga: Kecaman Para Pemimpin Dunia Atas Penusukan di Prancis
Juru bicara pengadilan khusus kontra-militansi Tunisia Mohsen Dali mengatakan kepada Reuters, bahwa Aouissaoui tidak terdaftar oleh polisi di sana sebagai anggota militan.
Dia mengatakan Aouissaoui meninggalkan negara itu pada 14 September lalu, dengan menumpang kapal.
Ia menambahkan Tunisia telah memulai penyelidikan forensik sendiri terhadap kasus ini.
PERINGATAN KEAMANAN DINAIKKAN