Iran Tuduh Barat Dukung Israel atas Pembunuhan Ilmuwan Nuklir Mohsen Fakhrizadeh
Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif menuduh Israel dan Barat membunuh ilmuwan nuklir terkemuka Teheran Mohsen Fakhrizadeh.
Penulis: Andari Wulan Nugrahani
Editor: Gigih
Sebelumnya, Presiden ke-45 AS Donald Trump keluar dari perjanjian nuklir Iran pada 2018 lalu.
Zarif memperingatkan bahwa keputusan parlemen akan segera menjadi undang-undang.
Tetapi dapat dibatalkan jika sanksi terhadap Iran dicabut dan AS bergabung kembali dengan kesepakatan nuklir tanpa prasyarat.
"Namun, AS perlu mengambil langkah pertama," kata Zarif.
“Kami tidak mundur, AS melakukannya,” tambah Zarif.
“Iran akan secara penuh kembali patuh, tetapi AS harus melaksanakan kewajiban mereka tanpa prasyarat," tegasnya.
"Mereka harus kembali ke kepatuhan penuh dan menormalkan hubungan ekonomi Iran dengan dunia," ungkapnya.
"Berhenti membuat kondisi baru dan tuntutan yang keterlaluan. Kami menunjukkan kepada Barat bonafid kami, sekarang saatnya bagi AS untuk menunjukkan milik mereka,” tegas Zarif.
Baca juga: Tak Butuh Waktu Lama, Iran Berhasil Identifikasi Pelaku Pembunuhan Ilmuwan Nuklir Mohsen Fakhrizadeh
Baca juga: Eropa Didesak Tetapkan Peta Jalan Kesepakatan Nuklir Iran dan Tarik AS untuk Rekonsiliasi
Agresi Internasional
Pada Selasa (1/12/2020), Parlemen Iran mengesahkan RUU yang menuntut penghentian inspeksi nuklir PBB dan meminta eksekutif untuk meningkatkan pengayaan uranium.
Zarif mengatakan, pembunuhan ilmuwan nuklir Iran tersebut adalah tindakan "agresi internasional".
Dia juga menuturkan, Iran memiliki hak untuk menangguhkan kepatuhannya terhadap kesepakatan nuklir dan memulai kembali pengayaan.
Ini karena, menurut Zarif, negara-negara Eropa menyerah pada tekanan AS dan tidak melaksanakan bagian mereka dari perjanjian tersebut.
“Meski ada klaim sebaliknya, sejak Trump keluar, orang Eropa tidak dapat melaksanakan bagian mereka dari kesepakatan itu," paparnya.