Sudah Didemo 6 Bulan, PM Israel Benjamin Netanyahu Belum Mundur dari Posisinya
PM Israel, Benjamin Netanyahu, belum mundur dari jabatannya meski sudah didemo 6 bulan.
Penulis: Ika Nur Cahyani
Editor: Pravitri Retno W
TRIBUNNEWS.COM - Demonstrasi menuntut mundurnya Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, kini memasuki bulan ke-6 dan masih bergulir.
Dilansir Al Jazeera, sedikitnya 30 orang ditangkap dalam demo menentang PM Netanyahu itu, demikian laporan media Israel.
Polisi, pada Sabtu (5/12/2020), mengatakan ribuan pengunjuk rasa berkumpul di Paris Square dekat kediaman Netanyahu di Yerussalem.
Protes ini menyebabkan penutupan jalan hingga kerusuhan publik.
Para pengunjuk rasa berkumpul setiap minggu selama enam bulan terakhir ini untuk menuntut mundurnya Netanyahu.
Mereka mengatakan PM harus mundur karena tersandung kasus korupsi dan akan segera diadili.
Netanyahu juga dinilai salah urus pandemi Covid-19.
Baca juga: Rencana Netanyahu Temui el-Sisi, Tak Akan Ubah Persepsi Publik Mesir Soal Israel
Baca juga: Eks Kepala CIA John Brennan Sebut PM Israel Netanyahu Politikus Tak Punya Etika
Netanyahu yang dikenal dekat dengan Donald Trump ini tengah menghadapi tuduhan suap, pelanggaran kepercayaan, dan penipuan.
Namun, dia membantah semua tudingan tersebut.
Menurut surat kabar Israel, Haaretz, unjuk rasa pada Sabtu (5/12/2020), merupakan aksi terbesar dalam beberapa pekan terakhir.
Terlebih demo ini berlangsung menjelang sidang soal permintaan Netanyahu untuk menghentikan kasus korupsinya, yang akan berlangsung pada Minggu.
Aksi protes ini dimulai sejak musim semi lalu, saat Netanyahu dan saingan politiknya Benny Gantz sepakat membentuk pemerintahan darurat.
Pemerintahan ini berfokus pada pengelolaan kesehatan dan ekonomi yang terdampak pandemi Covid-19.
Sayangnya, kerjasama mereka dipatahkan oleh perselisihan.
Di luar itu, kebijakan Netanyahu untuk mengunci negara Israel menyebabkan penurunan ekonomi.
Bahkan angka pengangguran di Israel meroket hingga dua digit.
Minggu ini, Gantz yang menjabat sebagai Menteri Pertahanan Israel bergabung dengan oposisi untuk membubarkan parlemen.
Selain itu, juga memiliki misi memaksa pemilihan baru yang keempat dilakukan segera walau kurang dari dua tahun.
Gantz mencontohkan kegagalan pemerintah dalam menyetujui anggaran, yang harus disetujui paling lambat 23 Desember.
Kegagalan untuk melakukannya otomatis akan menyebabkan koalisi runtuh dan memicu pemilihan lebih awal.
Pemungutan suara terakhir untuk membubarkan parlemen bisa dilakukan secepatnya minggu depan.
Israel Berterima Kasih pada Trump pada Peringatan 3 Tahun Pengakuan Yerussalem
Israel sangat berterima kasih kepada Presiden AS, Donald Trump, yang mengakui Yerussalem sebagai ibu kotanya.
Demikian ucapan Perdana Menteri, Benjamin Netanyahu, pada peringatan 3 tahun pengakuan Yerussalem, Minggu (6/12/2020).
Netanyahu dan Duta Besar AS untuk Israel, David Friedman, menggantungkan salinan proklamasi tersebut di Kantor Perdana Menteri, di samping pengakuan mantan presiden AS Harry Truman pada tahun 1948 atas Negara Israel yang baru lahir.
"Kedua proklamasi bersejarah ini tidak akan pernah dilupakan oleh orang-orang Yahudi dan negara Yahudi. Mereka akan disayangi selama beberapa generasi," kata Netanyahu, dilansir Jerussalem Post.
"Kami sangat berterima kasih atas semua yang Anda lakukan untuk Yerusalem dan Israel, membawa perdamaian dan membawa aliansi AS-Israel ke tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya."
Baca juga: Trump Perintahkan Sebagian Besar Pasukan Amerika Tinggalkan Somalia
Baca juga: Biden Janjikan Bantuan pada Pekerja AS Terdampak Pandemi, Trump Isyaratkan Pencalonan Pilpres 2024
Lebih lanjut, Netanyahu berterima kasih kepada Trump karena mengakui kedaulatan Israel atas Dataran Tinggi Golan dan bahwa permukiman Israel di Yudea dan Samaria tidak ilegal.
Dia memuji rencana perdamaian Trump menurutnya: "Realistis, mengakui hak-hak itu (di Tepi Barat) dan mempertahankan kemampuan Israel untuk mempertahankan dirinya sendiri."
Netanyahu juga memuji Trump dalam mewujudkan Abraham Accords antara Israel-Uni Emirat Arab, Bahrain, dan Sudan, yang katanya "mengantarkan periode perdamaian di Timur Tengah, yang berubah secara dramatis."
Selain itu, Netanyahu memuji kampanye tekanan maksimum Trump terhadap Iran.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)