Amnesty International Minta Aung San Suu Kyi Dibebaskan dan Militer Myanmar Beri Klarifikasi
Amnesty International meminta Aung San Suu Kyi dan tokoh politik terkait yang ditangkap militer Myanmar segera dibebaskan
Penulis: Larasati Dyah Utami
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Amnesty International meminta Aung San Suu Kyi dan tokoh politik terkait yang ditangkap militer Myanmar segera dibebaskan, serta meminta militer Myanmar memberikan klarifikasi atas kudeta yang tengah berlangsung.
Wakil Direktur Regional untuk Kampanye Amnesty International, Ming Yu Hah, mengatakan penangkapan Aung San Suu Kyi, pejabat senior dan tokoh politik lainnya sangat mengkhawatirkan.
Kecuali mereka yang ditahan terbukti bersalah dan dapat dituntut melakukan tindak pidana yang diakui menurut hukum internasional.
“Mereka harus segera dibebaskan,” kata Ming Yu Hah dalam keterangannya menanggapi laporan bahwa kudeta militer sedang berlangsung di Myanmar, Senin (1/2/2021).
Militer Myanmar juga diminta mengklarifikasi dasar hukum yang digunakan untuk menahan para tokoh Myanmar tersebut.
Termasuk menjamin bahwa hak-hak pejabat Myanmar terkait yang ditangkap dihormati sepenuhnya, terhindar dari perlakuan buruk, dan bahwa mereka memiliki akses ke pengacara pilihan mereka sendiri dan keluarga mereka.
Baca juga: PROFIL Jenderal Pemimpin Kudeta di Myanmar, Dikenal Juga Sebagai Otak Pembantaian Etnis Rohingya
“Mereka harus memastikan keberadaan mereka dan memberi mereka akses ke perawatan medis,” ujarnya
Ming Yu Hah mengatakan ini adalah momen yang tidak menyenangkan bagi orang-orang di Myanmar, dan mengancam represi militer dan impunitas yang semakin parah.
Penangkapan aktivis politik terkemuka dan pembela hak asasi manusia secara bersamaan mengirimkan pesan mengerikan bahwa otoritas militer tidak akan mentolerir perbedaan pendapat apa pun di tengah pandemi covid-19.
Bahkan kudeta dan tindakan keras militer sebelumnya di Myanmar telah menyebabkan kekerasan skala besar dan pembunuhan di luar hukum.
“Kami mendesak angkatan bersenjata untuk menahan diri, mematuhi hak asasi manusia internasional dan hukum humaniter dan agar tugas penegakan hukum dapat sepenuhnya dilanjutkan oleh kepolisian pada kesempatan sedini mungkin,” ujarnya.
Pemadaman telekomunikasi menimbulkan ancaman lebih lanjut bagi penduduk pada waktu yang tidak menentu - terutama saat Myanmar berperang melawan pandemi.
Konflik internal melawan kelompok bersenjata menempatkan warga sipil dalam risiko.
“Sangat penting bahwa layanan telepon dan internet lengkap segera dilanjutkan," katanya.
Dilaporkan, di tengah penangkapan militer yang dilakukan dini hari, internet dan telepon padam di beberapa bagian wilayah Myanmar.
Termasuk di ibu kota, Nay Pyi Taw, kota terbesar, Yangon, serta Negara Bagian Shan dan Kachin serta wilayah Mandalay dan Sagaing.