Polisi Myanmar Tuntut Aung San Suu Kyi karena Impor Peralatan Komunikasi secara Ilegal
Polisi Myanmar mengajukan tuntutan terhadap Aung San Suu Kyi karena diduga mengimpor peralatan komunikasi secara ilegal.
Penulis: Rica Agustina
Editor: Gigih
Sebelum Kudeta Militer, IMF Kirim Dana Darurat 350 Juta Dolar AS ke Myanmar
Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund (IMF) telah mengirimkan uang tunai senilai 350 juta dolar Amerika Serikat (AS) kepada pemerintah Myanmar pada pekan lalu, sebelum kudeta militer terjadi di negara itu.
Uang tersebut dikirim sebagai bagian dari paket bantuan darurat untuk membantu Pemerintah Myanmar mengatasi pandemi virus corona (Covid-19).
Bantuan IMF ini dikirim beberapa hari sebelum Pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi, Presiden serta sejumlah tokoh politik senior dari Partai berkuasa Liga Nasional untuk Demokrasi, ditangkap dalam 'serangan pagi' yang dilakukan pada hari Senin di ibu kota Myanmar, Naypyitaw.
Dikutip dari Sputnik News, Rabu (3/2/2021), seorang sumber yang enggan disebutkan namanya mengatakan bahwa tampaknya hanya sedikit yang dapat dilakukan IMF untuk bisa menarik kembali dana bantuan darurat itu.
IMF sebelumnya menyatakan harapan mereka agar uang tersebut dapat membantu Myanmar memenuhi kebutuhan neraca pembayaran mendesak yang ditimbulkan pandemi.
Baca juga: Tenaga Medis dari 70 Rumah Sakit di Myanmar Mogok Kerja sebagai Bentuk Protes atas Kudeta Militer
Terutama terkait langkah-langkah pemulihan pemerintah untuk memastikan stabilitas ekonomi makro dan keuangan, sambil mendukung kelompok rentan dan sektor yang terdampak.
Seorang Juru bicara IMF menyampaikan bahwa organisasi ini 'mengikuti perkembangan yang sedang berlangsung' di Myanmar.
IMF mengaku sangat prihatin terkait dampak yang bisa ditimbulkan dari peristiwa itu pada ekonomi dan rakyat Myanmar.
Pernyataan tersebut muncul saat militer Myanmar mengumumkan pembentukan Dewan Administrasi Negara yang diketuai oleh Jenderal senior Min Aung Hlaing.
Dewan itu dikabarkan dibentuk sesuai dengan Pasal 419 dari Konstitusi 2008, yang menetapkan bahwa seorang panglima tertinggi dari Badan Pertahanan akan memiliki hak untuk menjalankan kekuasaan negara, baik legislatif, eksekutif maupun yudikatif.
(Tribunnews.com/Rica Agustina/Fitri Wulandari)