Negara Kaya Diminta Bantu Percepat Akses yang Adil untuk Teknologi Penanganan Covid-19
Vaksin yang aman dan efektif memang telah dikembangkan dan disetujui dalam waktu yang sangat cepat.
Penulis: Firda Fitri Yanda
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, JENEWA - Bertepatan dengan Hari Kesehatan Dunia yang jatuh pada 7 April 2021, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyerukan dilakukannya percepatan akses yang adil terhadap teknologi terkait penanganan virus corona (Covid-19) antar negara, termasuk mengenai vaksin.
Vaksin yang aman dan efektif memang telah dikembangkan dan disetujui dalam waktu yang sangat cepat.
Namun yang menjadi tantangan saat ini adalah memastikan bahwa vaksin tersebut tersedia untuk semua orang yang membutuhkannya.
Dikutip dari laman resmi WHO, Kamis (8/4/2021), WHO menegaskan bahwa kuncinya ada pada dukungan tambahan untuk Fasilitas COVAX yang merupakan salah satu pilar dari 'Access to Covid-19 Tools (ACT) Accelerator'.
Baca juga: Korea Utara Deklarasi ke WHO, Negaranya Bebas Covid-19
COVAX merupakan inisiasi WHO dan beberapa lembaga lainnya yang memiliki misi untuk memastikan akses yang adil terhadap vaksin Covid-19 bagi negara miskin dan berkembang.
Baca juga: Menkes Bakal Minta Presiden Jokowi Negosiasi ke China Tambah Dosis Vaksin Sinovac
Perlu diketahui, skema COVAX ini diharapkan mencapai targetnya pada beberapa hari mendatang yakni dapat menjangkau pendistribusian vaksin ke 100 negara.
Baca juga: Kenapa Anak-anak Belum Menjadi Prioritas Vaksin Covid-19? Begini Kata Dokter
Kendati demikian, pengiriman vaksin ke banyak negara miskin dan berkembang ini dinilai masih belum mampu mengatasi pandemi Covid-19.
Karena komoditas seperti oksigen medis dan Alat Pelindung Diri (APD), serta alat tes diagnostik dan obat-obatan yang efektif pun dianggap sangat penting.
Begitu pula mekanisme yang kuat untuk mendistribusikan semua produk ini secara adil di dalam batas negara.
ACT-Accelerator memiliki tujuan untuk melakukan pengujian dan perawatan bagi ratusan juta orang yang berasa dari negara berpenghasilan rendah dan menengah.
Namun saat ini, skema ini masih membutuhkan dana sekitar 22,1 miliar dolar Amerika Serikat (AS) untuk mengirimkan alat-alat vital tersebut ke tempat yang sangat membutuhkannya.