Pengadilan Tinggi Dehli India akan Mulai Hukum Pejabat yang Tak Bisa Kirim Pasokan Oksigen ke RS
Pengadilan Tinggi Dehli India mengatakan akan mulai menghukum pejabat pemerintah yang tak bisa kirim pasokan oksigen yang dialokasikan ke RS.
Penulis: Rica Agustina
Editor: Gigih
TRIBUNNEWS.COM - Lonjakan kasus baru virus corona (COVID-19) di India semakin tinggi dari hari ke hari.
Dikutip dari worldometers.info, pada Sabtu (1/5/2021), India melaporkan tambahan kasus baru sebanyak 392.562 kasus.
Seiring dengan lonjakan kasus yang terjadi, angka kematian pasien COVID-19 juga mengalami peningkatan.
Sebanyak 3.688 jiwa dilaporkan meninggal dalam 24 jam.
Namun demikian, para ahli meyakini bahwa tambahan kasus baru dan kematian lebih banyak dari yang dilaporkan.
Baca juga: Terapi Oksigen Jadi Pengobatan Baru Pasien Covid-19 di India
Lebih lanjut, dikutip dari Channel News Asia, penyebab tingginya angka kematian di India, di antaranya karena kelalaian pemerintah.
Pemerintah India dinilai telah gagal mendistribusikan dan menstabilkan pasokan tabung oksigen untuk pasien COVID-19.
Akibatnya, 12 pasien COVID-19, termasuk seorang dokter, dengan oksigen aliran tinggi, meninggal pada hari Sabtu di sebuah rumah sakit di New Delhi setelah kehabisan oksigen selama 80 menit, kata SCL Gupta, direktur Rumah Sakit Batra.
Surat kabar The Times of India melaporkan 16 kematian lainnya di dua rumah sakit di negara bagian Andhra Pradesh selatan, dan enam di rumah sakit Gurgaon di pinggiran New Delhi karena kekurangan oksigen.
Menindaklanjuti hal tersebut, beberapa otoritas rumah sakit meminta intervensi Pengadilan Tinggi Dehli.
"Air telah melampaui kepala. Cukup sudah, cukup," kata pihak Pengadilan Tinggi Dehli, menambahkan akan mulai menghukum pejabat pemerintah jika pasokan oksigen yang dialokasikan ke rumah sakit tidak dikirim.
"Kami tidak bisa membiarkan orang sekarat," kata Hakim Vipin Sanghi dan Rekha Patil.
Diberitakan sebelumnya, pemerintah India telah menggunakan rel kereta api, angkatan udara, dan angkatan laut untuk membawa kapal tanker oksigen ke daerah yang paling parah terkena dampak.
Pengiriman ke daerah itu dilakukan karena rumah sakit pusat kewalahan dan tidak dapat mengatasi lonjakan yang belum pernah terjadi sebelumnya pada pasien yang membutuhkan oksigen.
Diketahui, tentara juga telah membuka rumah sakitnya untuk warga sipil dalam upaya mengendalikan krisis kemanusaian besar-besaran.
Baca juga: India Diminta Eksplorasi Kemampuan Militernya untuk Tangani Krisis Covid-19, Ini Seperti Perang
Perdana Menteri Narendra Modi juga memberikan kekuatan keuangan darurat kepada tentara untuk mendirikan fasilitas karantina baru dan rumah sakit serta membeli peralatan.
Selain itu, militer turut memanggil 600 dokter yang telah pensiun dalam beberapa tahun terakhir.
Sedangkan angkatan laut mengerahkan 200 asisten perawat di rumah sakit sipil, demikian ungkap pemerintah India.
Lebih jauh, pada Sabtu (1/5/2021), India mengatakan semua orang dewasa berusia 18 tahun ke atas bisa mendapatkan suntikan.
Sejak Januari, hampir 10 persen orang India telah menerima satu dosis, tetapi hanya sekitar 1,5 persen yang menerima keduanya.
Baca juga: India Disarankan Berlakukan Lockdown Beberapa Minggu dan Bangun Rumah Sakit Sementara Seperti China
Hal tersebut cukup mengherankan, karena India adalah salah satu produsen vaksin terbesar di dunia.
Adapun India sejauh ini telah memberikan lebih dari 156 juta dosis vaksin.
Beberapa negara bagian mengatakan bahwa mereka tidak memiliki cukup vaksin untuk semua orang, dan bahkan upaya berkelanjutan untuk menyuntik orang berusia di atas 45 tahun juga kesulitan.
Amerika Serikat, Inggris, Jerman, dan beberapa negara lain bergegas melakukan penanganan, rapid test, dan mengirim oksigen ke India.
Bersama dengan itu, negara-negara itu juga mengirim beberapa bahan yang dibutuhkan India untuk meningkatkan produksi domestik vaksin COVID-19.
Berita lain terkait Virus Corona
(Tribunnews.com/Rica Agustina)