Israel Mulai Kerahkan Ribuan Tentara ke Perbatasan Gaza
Juru bicara tentara Israel mengatakan 7.000 tentara cadangan telah dipanggil untuk bersiap.
Editor: Hasanudin Aco
Beberapa jam setelah runtuh, masih belum ada laporan korban jiwa.
Di sisi lain, sebuah gedung bertingkat di Gaza dihancurkan militer Israel. Menteri Pertahanan Israel, Benny Gantz, menyebut serangan Israel itu "baru permulaan".
"Organisasi teror sudah terpukul keras dan akan terus terpukul karena keputusan mereka untuk menyerang Israel," kata Gantz.
"Kami mengembalikan kedamaian dan ketenangan untuk jangka panjang," ucapnya.
Pimimpin Hamas, Ismail Haniyeh, menyatakan siap jika Israel terus-menerus menyerang.
"Apabila Israel ingin meningkatkan eskalasi, kami siap dan jika mereka ingin menghentikannya, kami juga siap," kata Haniyeh dalam pidato yang disiarkan televisi.
"Akan ada keseimbangan kekuatan baru."
Melansir Reuters, juru bicara militan Hamas di Gaza, Abu Ubaida, juga mendorong warga keturunan Arab untuk melawan Israel.
Dewan Keamanan PBB berencana menggelar pertemuan tertutup, Rabu ini, untuk membahas konflik Israel-Palestina.
Sebelumnya, Kementerian Kesehatan di Gaza mengatakan setidaknya 26 orang, di antaranya 10 anak-anak, tewas akibat serangan udara Israel.
Lebih dari 150 warga sipil di Gaza juga disebut terluka akibat serangan Isreal.
Beberapa korban di Gaza itu adalah perempuan berusia 59 tahun dan putranya yang penyandang diabilitas, serta satu keluarga yang terdiri dari tiga anak-anak dan empat orang dewasa.
Apa yang menyebabkan kekerasan?
Pertempuran antara Israel dan Hamas dipicu bentrokan selama berhari-hari antara warga Palestina dan polisi Israel di kompleks puncak bukit suci di Yerusalem Timur.
Lokasi itu sangat dihormati umat Muslim. Mereka menyebutnya sebagai Al-Haram asy-Syarif (Tempat Suci Mulia).
Derajat yang sama diakui oleh komunitas Yahudi. Mereka menyebut situs itu sebagai Temple Mount.
Hamas menuntut Israel menarik pasukan kepolisian dari lokasi tersebut dan distrik yang didominasi keturunan Arab, Sheikh Jarrah.
Sheikh Jarrah adalah lokasi di mana beberapa keluarga Palestina menghadapi ancaman penggusuran oleh pemukim Yahudi.
Analisis Jeremy Bowen, editor isu Timur Tengah
Latar belakang pemicu eskalasi kekerasan saat ini masih tetap sama dengan yang sebelum-sebelumnya.
Konflik ini adalah luka terbuka dari perseteruan tak terselesaikan antara komunitas Yahudi dan Arab.
Pertikaian itu merusak sekaligus mengakhiri hubungan Palestina dan Israel selama beberapa generasi.
Episode terbaru konflik ini terjadi menyusul ketegangan di Yerusalem, yang selama ini merupakan bagian utama perselisihan.
Tempat-tempat suci di Yerusalem bukan hanya simbol nasional dan juga agama. Klaim atas lokasi ini kerap memicu kekerasan.
Salah satu pemicu konflik saat ini adalah kebijakan Israel yang kejam terhadap warga Palestina.
Pada masa Ramadan kali ini, pengadilan Israel mengeluarkan putusan kontroversial untuk mengusir warga Palestina dari rumah mereka di Sheikh Jarrah.
Namun peristiwa lainnya turut menjadi pemicu. Krisis ini ibarat bom waktu yang siap meledak, yang, sekali lagi, dibiarkan membusuk.
Para pemimpin Israel maupun Palestina berfokus menjaga posisi mereka sendiri. Tantangan terbesar konflik ini, yaitu kesepakatan damai, tidak ditangani secara serius selama bertahun-tahun.
Adapun salah satu "target teror" yang dibidik Israel di Gaza adalah dua terowongan yang digali di bawah perbatasan dengan Israel.
Israel mengeklaim, serangan udara mereka setidaknya menewaskan kepala unit roket khusus kelompok Jihad Islam, Samah Abed al-Mamlouk.
Israel menyebut komandan unit rudal antitank Hamas juga tewas dalam serangan udara ini.
Status Yerusalem, dengan makna religius dan nasional yang dalam bagi kedua belah pihak, adalah inti konflik menahun Israel-Palestina.
Israel mencaplok Yerusalem Timur pada tahun 1980. Mereka menganggap seluruh kawasan kota itu sebagai ibukota, walau klaim ini tidak diakui oleh sebagian besar negara lain.