Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Risiko Tinggi Bermain Uang Kripto Sudah Ada di Jepang Sejak 2018

Tidak ada UU atau aturan yang melarang transaksi uang kripto di Jepang sehingga sampai dengan hari ini transaksi tersebut tetap saja berjalan.

Editor: Dewi Agustina
zoom-in Risiko Tinggi Bermain Uang Kripto Sudah Ada di Jepang Sejak 2018
Istimewa
Situs "Dark Web" yang membobol transaksi uang kripto dan menampilkan kolase gambar Kim Jong-un, Ketua Partai Buruh Korea Utara. 

Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Jepang

TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Tanggal 26 Januari 2018 lalu, sekitar 58 miliar yen mata uang virtual "NEM" dicuri dari pertukaran mata uang virtual "Coincheck" Jepang dan hingga kini tak jelas lagi keberadaan uang tersebut.

"Uang saya beberapa tahun lalu juga sempat hilang 2,8 juta yen saat bermain Bitcoin, sedih sekali. Sudah dilaporkan ke polisi tetapi sampai kini tak jelas dan uang tersebut tidak kembali," papar sumber Tribunnews.com, seorang warga Tokyo, Sabtu (15/5/2021).

New Economy Movement (NEM) adalah teknologi blockchain yang biasa digunakan pada transaksi uang Kripto.

Telah dikonfirmasi bahwa itu diteruskan ke akun dari tiga pihak.

Mengenai arus keluar NEM, organisasi promosi NEM "NEM Foundation" melacak rekening tujuan transfer dana, tetapi dihentikan pada 18 Maret 2018, karena "Kami dapat memberikan informasi yang kuat kepada lembaga penegak hukum".

Demikian diumumkan lembaga tersebut.

Baca juga: Indonesia Harus Waspadai Kejadian Hilangnya Dana Investor di Uang Kripto di Turki

Berita Rekomendasi

Namun, pada titik ini, lebih dari 60 persen NEM yang bocor telah ditukar dengan mata uang virtual lainnya melalui situs "Dark Web" yang sangat anonim, dan sulit untuk informasi yang diberikan mengarah pada penangkapan penjahat.

Di web gelap tempat NEM yang bocor itu dijual, gambar kolase dari Ketua Partai Buruh Korea Utara Kim Jong-un tertawa di tumpukan uang kertas diposting setelah pertukaran semua jumlah selesai.

Dan dari pengertian itu, "Penjahat" Bukankah dia orang Jepang?" Sebuah tuduhan juga tersebar luas di berbagai chatting room Jepang.

Lepas dari kebangsaan apa penjahat tersebut, permainan transaksi uang kripto memang berisiko tinggi.

"Risiko tinggi itu yang kami lihat, belum lagi untuk pencucian uang, tak akan mungkin kami akui sebagai alat pembayaran saat ini," ungkap sumber Tribunnews.com lainnya dari Bank Sentral Jepang.

Meskipun demikian juga tidak ada UU atau aturan yang melarang transaksi uang kripto di Jepang sehingga sampai dengan hari ini transaksi tersebut tetap saja berjalan di Jepang.

"Jumlah pemain sudah mulai menurun dan semakin banyak orang Jepang tidak percaya dengan transaksi uang kripto setelah banyak kasus kehilangan uang di transaksi uang kripto belakangan ini karena di hacked," papar sumber itu lagi.

Baca juga: Bappepti Disebut Gelar ‘Karpet Merah’ untuk Gaet Investor Kakap di Perdagangan Kripto

Oleh karena itu dia menyarankan bagi warga Indonesia yang mau bermain uang kripto agar sangat hati-hati karena risiko hilang cukup tinggi di dunia maya tersebut, walaupun katanya banyak penangkal (firewall) sekuriti yang menghalanginya.

"Yang namanya hacker ya ada saja yang bisa membobol sistem tersebut. Pokoknya sangat hati-hati sekali di transaksi uang kripto," pesan dia.

Sementara itu upaya belajar bahasa Jepang yang lebih efektif melalui aplikasi zoom terus dilakukan bagi warga Indonesia secara aktif dengan target belajar ke sekolah di Jepang. Info lengkap silakan email: info@sekolah.biz dengan subject: Belajar bahasa Jepang.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas