Kekerasan Myanmar Naik, PBB: Demokrasi Rapuh Berubah Jadi Bencana HAM, Warga Jadi Perisai Manusia
Kekerasan militer di Myanmar meningkat, PBB mengatakan hal ini telah menciptakan bencana HAM hingga menjadikan warga sipil sebagai perisai manusia.
Penulis: Rica Agustina
Editor: Sri Juliati
Pasukan keamanan, lanjut Bachelet, telah menggunakan warga sipil sebagai perisai manusia.
Baca juga: Tiga Respons Indonesia Terkait Kunjungan Sekjen ASEAN ke Myanmar
Baca juga: Politisi Myanmar Minta Dukungan Warga Rohingya Melawan Junta Militer
Mereka telah menembaki rumah dan gereja sipil, dan memblokir akses kemanusiaan, termasuk dengan menyerang pekerja bantuan.
Selain itu, akibat kekerasan oleh militer, ratusan ribu warga sipil di Negara Bagian Kayah telah meninggalkan rumah selama tiga minggu terakhir.
Mereka lari ke hutan dengan sedikit atau tanpa makanan, air, sanitasi atau perawatan medis, kata Bachelet.
"Lebih dari 108.000 orang telah meninggalkan rumah mereka di Negara Bagian Kayah selama tiga minggu terakhir saja," ujarnya.
"Ini adalah orang-orang yang sangat membutuhkan bantuan kemanusiaan," sambungnya.
Bachelet menekankan bahwa militer di balik kudeta, juga dikenal sebagai Tatmadaw, memiliki kewajiban untuk melindungi warga sipil.
Komunitas internasional, kata Bachelet, perlu segera bersatu dalam tuntutannya agar Tatmadaw menghentikan penggunaan artileri berat yang keterlaluan terhadap warga sipil dan objek sipil, serta menghormati prinsip perbedaan.
Dia juga menyerukan pasukan pertahanan rakyat dan kelompok bersenjata lainnya untuk mengambil semua tindakan yang layak untuk melindungi warga sipil.
Selanjutnya, Bachelet mengecam penangkapan besar-besaran di negara itu terhadap para aktivis, jurnalis dan penentang rezim.
Mengutip sumber-sumber yang dapat dipercaya, dilaporkan bahwa setidaknya 4.804 orang masih ditahan secara sewenang-wenang.
Dia menyuarakan kekhawatiran atas laporan tahanan yang disiksa, dan hukuman kolektif yang dijatuhkan kepada anggota keluarga aktivis.
"Daripada mencari dialog, militer mencap lawannya sebagai 'teroris' dan mengejar tuduhan bermotif politik terhadap kepemimpinan demokratis."
"Kepemimpinan militer bertanggung jawab penuh atas krisis ini, dan harus dimintai pertanggungjawaban," kata Bachelet.
Berita lain seputar Krisis Myanmar
(Tribunnews.com/Rica Agustina)