FDA AS Ingatkan Peningkatan Risiko Gangguan Autoimun setelah Vaksinasi J&J
Badan Pengawas Obat dan Makanan (FDA) AS pada Senin (12/7/2021) mengeluaarkan peringatan pada lembar fakta terkait vaksin COVID-19 Johnson & Johnson.
Penulis: Andari Wulan Nugrahani
Editor: Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Badan Pengawas Obat dan Makanan (FDA) AS mengeluarkan peringatan pada lembar fakta terkait vaksin COVID-19 Johnson & Johnson (JNJ.N), Senin (12/7/2021)
Disebutkan, sebuah data menunjukkan ada peningkatan risiko gangguan neurologis/autoimun langka di enam minggu setelah vaksinasi J&J.
Melansir Reuters, dalam sebuah surat kepada perusahaan, FDA mengklasifikasikan kemungkinan mendapatkan sindrom Guillain-Barré (GBS) setelah vaksinasi sebagai "sangat rendah."
Namun, dikatakan penerima vaksin J&J harus mencari perhatian medis jika mereka memiliki gejala termasuk kelemahan atau sensasi kesemutan, kesulitan berjalan atau kesulitan dengan gerakan wajah.
Baca juga: Rapat Bersama Luhut dan Erick Thohir, Ketua KPK Ungkap Potensi Kecurangan Vaksin Berbayar
Baca juga: Dunia Usaha Dukung Vaksin Individu Berbayar, Ini Alasannya
Sekitar 12,8 juta orang telah menerima vaksin satu dosis J&J di Amerika Serikat.
FDA mengatakan, 100 laporan awal GBS pada penerima vaksin termasuk 95 kasus serius yang memerlukan rawat inap dan satu kematian dilaporkan.
J&J mengatakan, pihaknya sedang berdiskusi dengan regulator tentang kasus GBS.
Dikatakan tingkat kasus GBS yang dilaporkan pada penerima vaksin J&J hanya sedikit melebihi tingkat latar belakang.
GBS adalah kondisi neurologis langka di mana sistem kekebalan tubuh menyerang lapisan pelindung pada serabut saraf.
Sebagian besar kasus mengikuti infeksi bakteri atau virus. Kebanyakan orang pulih sepenuhnya dari GBS.
Kondisi ini telah dikaitkan di masa lalu dengan vaksinasi - terutama dengan kampanye vaksinasi selama wabah flu babi di Amerika Serikat pada 1976, dan beberapa dekade kemudian dengan vaksin yang digunakan selama pandemi flu H1N1 2009.
Baca juga: Pelaksanaan Vaksinasi Berbayar Wajib Tunggu Juknis Kemenkes
Baca juga: Dilarang WHO, Thailand Dukung Pencampuran Dua Merek Vaksin Berbeda untuk Dosis Kedua Bahkan Booster
Menurut sebuah pernyataan dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC), sebagian besar kasus terjadi pada pria, banyak di antaranya berusia 50 tahun atau lebih.
Tidak ditemukan kasus GBS yang lebih tinggi dari yang diharapkan pada penerima vaksin berbasis mRNA dari Pfizer Inc (PFE.N) /BioNTech SE dan Moderna Inc. (MRNA.O)
Pekan lalu, regulator Eropa merekomendasikan peringatan serupa untuk suntikan COVID-19 AstraZeneca, yang didasarkan pada teknologi serupa dengan vaksin Johnson & Johnson.