4 Tokoh yang Berpeluang Jadi PM Malaysia Versi Mahathir Mohamad
Ada empat orang yang menurut mantan perdana menteri Malaysia, Mahathir Mohamad, berpeluang menjadi perdana menteri Malaysia yang baru.
Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, KUALA LUMPUR - Ada empat orang yang menurut mantan Perdana Menteri Malaysia, Mahathir Mohamad, berpeluang menjadi perdana menteri Malaysia yang baru.
Dilansir The Star MY, di antara nama-nama itu ada Datuk Seri Mohamed Azmin Ali dan putranya Datuk Seri Mukhriz Mahathir, tapi tak ada nama Datuk Seri Anwar Ibrahim disebut.
"Ada tiga atau empat kandidat. Banyak orang bilang saya dekat dengan Azmin, jadi dia salah satunya."
Mohamed Azmin adalah Menteri Perdagangan dan Industri Internasional dan anggota parlemen dari Gombak.
Baca juga: Malaysia Izinkan Penggunaan Darurat Vaksin Sinopharm dan Johnson & Johnson
Baca juga: Malaysia Akan Hentikan Penggunaan Vaksin Sinovac Setelah Pasokannya Habis
"Ada orang lain, bukan politisi terkemuka, orang-orang yang berada di luar kelompok biasa dan mereka orang baru."
"Saya belum bisa menyebutkannya," katanya dalam video wawancara dengan Harith Iskander yang diposting di YouTube, Rabu, 14 Juli 2021.
Ketika ditekan lebih lanjut oleh Harith, Mahathir menyebut presiden protem Parti Pejuang Tanah Air dan anggota parlemen Jerlun Datuk Seri Mukhriz Mahathir sebagai calon perdana menteri di masa depan.
"Beberapa orang menyebut Mukhriz, anak saya. Tapi saya tidak ingin membawa-bawa siapa pun – mereka harus berjuang sendiri," tambahnya.
Baca juga: Diminta Mundur oleh UMNO, PM Muhyiddin Kini Dapat Dukungan Penuh dari Kabinet Malaysia
Baca juga: 204 Pekerja Positif Covid-19, Pusat Vaksinasi Malaysia Ditutup Sementara
Mahathir juga mengatakan dia tidak lagi ingin menjadi perdana menteri karena dia sekarang berusia 96 tahun.
"Saat saya berusia 93 tahun, ya. Tapi sekarang saya tidak berpikir saya harus berada di jalan orang," katanya.
Anwar Ibrahim: Ambisi dan Perjalanan Panjangnya untuk Menjadi Pemimpin Malaysia
Anwar Ibrahim dikenal karena karier politiknya yang penuh gejolak serta perjuangannya selama puluhan tahun untuk memimpin Malaysia.
Ia telah menjadi salah satu tokoh politik paling terkenal dan kontroversial di Asia Tenggara.
Di titik puncak untuk menjadi perdana menteri beberapa kali, Anwar dijatuhkan bukan hanya oleh satu tapi dua kasus sodomi.
Ia dipenjara selama bertahun-tahun di bawah kepemimpinan tokoh politik Mahathir Mohamad, yang juga pernah menjadi mentor Anwar.
Hubungan antara Anwar dan Mahathir yang bagaikan roller-coaster tidak hanya menentukan nasib Anwar, tetapi juga politik Malaysia.
Dilansir BBC, berikut adalah perjuangan panjang Anwar Ibrahim demi bisa memimpin Malaysia sebagai perdana menteri.
Baca: Konflik Politik di Malaysia, Analis Prediksi Anwar Ibrahim Tak Akan Jadi Perdana Menteri
Baca: Raja Malaysia Tak Boleh Terima Tamu Selama Sepekan, Anwar Ibrahim Terancam Gagal Jadi PM
Menaiki Tangga Politik dengan Cepat
Anwar Ibrahim (73), pertama kali meraih sorotan saat menjadi pemimpin mahasiswa yang sangat karismatik yang mendirikan gerakan pemuda Islam Malaysia, ABIM.
Dia mengejutkan banyak orang dengan bergabung dengan Organisasi Nasional Melayu Bersatu (UMNO), partai yang sudah lama berkuasa, pada tahun 1982.
Keputusannya itu terbukti sebagai langkah politik yang cerdik.
Ia dengan cepat menaiki tangga politik dan memegang banyak jabatan kementerian.
Pada tahun 1993, ia menjadi wakil Mahathir dan secara luas diharapkan untuk menggantikannya kelak.
Tetapi ketegangan terjadi setelah krisis keuangan Asia tahun 1997, di mana terjadi bentrok karena ekonomi dan korupsi.
Penjara
Pada September 1998, Anwar dipecat dan memimpin protes publik terhadap Mahathir.
Tindakan itu adalah awal dari Reformasi, sebuah gerakan reformasi yang akan mempengaruhi generasi aktivis demokrasi Malaysia.
Anwar ditangkap dan akhirnya didakwa melakukan sodomi dan korupsi, tuduhan yang ia bantah dalam persidangan kontroversial.
Sementara Malaysia yang mayoritas Muslim mengkriminalkan aktivitas homoseksual, dunia memandang kasus yang menimpa Anwar memiliki muatan politik.
Protes kekerasan di jalanan meletus ketika Anwar dipenjara selama enam tahun karena korupsi.
Setahun kemudian dia dijatuhi hukuman sembilan tahun karena sodomi.
Anwar selalu menyatakan, tuduhan itu adalah bagian dari kampanye kotor untuk memecatnya sebagai ancaman politik terhadap Mahathir.
Pada akhir 2004, setahun setelah Mahathir mundur sebagai perdana menteri, Mahkamah Agung Malaysia membatalkan dakwaan sodomi dan membebaskan Anwar dari penjara.
Oposisi Tumbuh, Tuntutan Baru
Setelah dibebaskan, Anwar muncul sebagai ketua de facto dari oposisi yang baru bangkit yang menunjukkan kinerja yang kuat dalam pemilu 2008.
Namun klaim sodomi kembali diajukan terhadap Anwar pada 2008, yang menurutnya merupakan upaya lain pemerintah untuk menyingkirkannya.
Pengadilan Tinggi akhirnya membebaskan Anwar dari dakwaan pada Januari 2012, dengan alasan kurangnya bukti.
Tahun berikutnya ia memimpin oposisi ke tingkat yang baru dalam pemilihan yang memberikan dampak bagi koalisi Barisan Nasional yang berkuasa.
Tapi sekali lagi, ambisi Anwar digagalkan.
Saat dia bersiap untuk bertarung dalam pemilihan negara bagian pada 2014, pembebasan sebelumnya dibatalkan dan dia dijebloskan kembali ke penjara.
Comeback Politik
Dalam peristiwa yang mengejutkan pada tahun 2016, mantan saingannya, Mahathir, mengumumkan bahwa dia akan keluar dari masa pensiunnya untuk kembali mencalonkan diri sebagai perdana menteri.
Pria berusia 92 tahun itu mengatakan dia muak dengan tuduhan korupsi yang melanda perdana menteri saat itu, yaitu mantan anak didik lainnya, Najib Razak.
Tetapi untuk mengembalikannya, Mahathir membuat kesepakatan dengan Anwar yang masih dipenjara.
Anwar saat itu tetap populer di kalangan pendukung oposisi.
Dalam momen yang banyak dipublikasikan, keduanya bertukar jabat tangan, menandai dimulainya reuni politik yang luar biasa.
Mahathir memimpin aliansi Pakatan Harapan meraih kemenangan dalam pemilihan 2018, mengakhiri rekor 61 tahun Barisan Nasional yang tak terputus dalam memerintah negara.
Mahathir sekarang menjadi perdana menteri Malaysia lagi dan mengindikasikan akan menyerahkan kekuasaan kepada Anwar dalam dua tahun.
Dia juga memenuhi janjinya untuk membebaskan Anwar dari penjara, dan memberinya pengampunan penuh.
Kerumunan yang gembira meneriakkan "panjang umur Anwar" menyambut pemimpin baru yang menunggu saat dibebaskan dari penjara.
"Sekarang ada fajar baru untuk Malaysia. Saya harus berterima kasih kepada rakyat Malaysia," kata Anwar dalam konferensi pers tentang pembebasannya.
"Seluruh spektrum orang Malaysia, terlepas dari ras atau agamanya, telah berpegang pada prinsip demokrasi dan kebebasan. Mereka menuntut perubahan."
Koalisi yang Terputus
Koalisi Pakatan Harapan yang baru menggabungkan empat partai menjadi koalisi multi-etnis pertama di Malaysia yang mendapat dukungan di antara mayoritas Muslim Melayu serta minoritas China dan India yang cukup besar di negara itu.
Beberapa orang melihatnya sebagai tanda bahwa Malaysia siap bersatu melintasi garis ras yang telah mendominasi kehidupan politik sejak perpecahan yang terjadi di bawah pemerintahan kolonial.
Tetapi aliansi itu, yang ditempa atas janji Mahathir untuk menyerahkan kekuasaan kepada Anwar, kemudian mulai terlihat genting ketika Mahathir terlihat tidak berniat menepati janjinya menyerahkan jabatan kepada Anwar.
Mulailah pertarungan sengit untuk suksesi dan kebangkitan nasionalisme Melayu.
Pada bulan Februari 2020, pengunduran diri Mahathir yang tak terduga menyebabkan keruntuhan koalisi, menjerumuskan Malaysia ke dalam periode kekacauan politik yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Raja Malaysia, yang memiliki keputusan akhir tentang siapa yang harus membentuk pemerintahan, memilih Muhyiddin Yassin untuk memimpin, yang secara efektif memulihkan tatanan lama ke kekuasaan.
Namun dalam perubahan terbaru dalam turbulensi politik yang sedang berlangsung, pada September 2020 Anwar mengatakan bahwa dia memiliki suara mayoritas parlemen dan sedang mencari audiensi dengan raja untuk membentuk pemerintahan baru.
Klaimnya telah dibantah oleh Muhyiddin, yang mengatakan dia masih berkuasa.
Kini, di tengah pandemi Covid-19, Muhyiddin didesak mundur oleh sejumlah pihak karena dianggap gagal tangani krisis akibat pandemi.
Nama-nama sosok pengganti Muhyiddin pun bermunculan, salah satunya yang diutarakan Mahathir.
Namun, pemilihan tak mungkin dilakukan dalam waktu dekat mengingat jumlah kasus Covid-19 di Malaysia masih tinggi.
Maka, masih harus dilihat apakah Anwar akan naik menjadi perdana menteri atau kembali gagal kali ini.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)
Berita lainnya tentang Konflik Politik di Malaysia