Pemimpin Junta Militer Kini Jadi Perdana Menteri, Kudeta Myanmar Kemungkinan Sampai 2023
Jenderal Min Aung Hlaing, pemimpin kudeta militer Myanmar menunjuk dirinya menjadi Perdana Menteri baru.
Penulis: Ika Nur Cahyani
Editor: Tiara Shelavie
Selain itu dia juga menyebut libur nasional akan diperpanjang.
Kendati demikian, menurut laporan BBC, lusinan tenaga kesehatan ditangkap dan banyak yang bersembunyi sejak kudeta.
Sejumlah orang mengaku, militer mangusir mereka saat ingin berobat ke rumah sakit.
Akses oksigen juga dibatasi hingga banyak orang yang meninggal dunia terkait Covid-19 di rumah.
Setelah militer merebut kekuasaan pada Februari, darurat nasional selama satu tahun diberlakukan.
Namun aksi penolakan oleh warga sipil secara nasional terus berlanjut, hingga puluhan ribu pekerja dipecat atau mogok.
"Saya berjanji untuk mengadakan pemilihan multi-partai tanpa gagal," ujar Jenderal Min Aung Hlaing.
Baca juga: Setengah Penduduk Myanmar Terancam Terinfeksi Covid-19 dalam Dua Minggu ke Depan
Baca juga: Inggris: Setengah Penduduk Myanmar Dapat Terinfeksi Covid-19 Dalam Dua Minggu Ke Depan
Belum jelas partai-partai yang dimaksud, namun Jenderal Min Aung Hlaing menyebut partai Aung San Suu Kyi yakni Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) adalah "ekstremis".
Aung San Suu Kyi telah ditahan sejak kudeta dan menghadapi berbagai tuduhan kriminal.
Aktivis hak asasi manusia di Burma, Aung Kyaw Moe menilai bahwa janji jenderal militer itu adalah kebohongan.
"(Janji pemilu) adalah kebohongan dan itu tidak akan terjadi, rakyat Myanmar tidak akan mempercayai janji semacam itu," ujarnya.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)
Berita lainnya seputar Krisis Myanmar