Taliban Ingkar Janji, Kepala Polisi Afghanistan DieksekusI Mati, Wanita Dilarang Jadi Jurnalis
Sebuah laporan dari PBB juga mengungkapkan Taliban saat ini tengah memburu siapa pun yang bekerja dengan Amerika Serikat (AS) dan NATO.
Editor: Hasanudin Aco
“Karyawan lelaki diizinkan (masuk), tapi saya diancam. Mereka bilang pada saya, rezim telah berubah. Hidup kami kini di bawah ancaman serius,” imbuhnya seperti dilansir dari The Washington Post, Jumat (20/8/2021).
Kolega Dawran, Khadija Amin, seorang presenter berita terkemuka, pula menyatakan ia dicegah memasuki kantor RTA pekan ini.
“Saya pergi ke kantor tapi saya tak diizinkan masuk. Kolega yang lain lalu juga dilarang,” tutur Amin seperti dilaporkan media independen Afghanistan ToloNews.
Lebih lanjut Amin menuturkan, dirinya dan sejumlah kolega yang lain lalu berbicara dengan direktur RTA baru yang ditunjuk oleh Taliban.
“Ada perubahan pada program-progam televisi. (Dan) tidak tampak ada presenter atau jurnalis perempuan (bekerja),” terangnya.
Warga Minoritas Jadi Korban
Taliban telah “membantai” dan secara keji menyiksa sejumlah warga minoritas Hazara di Afghanistan.
Hal ini diungkap oleh kelompok hak asasi manusia (HAM) Amnesty International.
Melansir BBC pada Jumat (20/8/2021), sejumlah saksi telah memberikan laporan mengerikan tentang pembunuhan keji yang terjadi pada awal Juli lalu di provinsi Ghazni, Afghanistan itu.
Sejak merebut ibu kota Kabul pada Minggu (15/8/2021), Taliban berupaya menampilkan citra yang lebih moderat.
Namun, menurut Amnesty International, insiden keji itu merupakan “indikator mengerikan” pemerintahan Taliban.
Komunitas Hazara merupakan kelompok etnik ketiga terbesar di Afghanistan. Mereka terutama mempraktikkan Islam Syiah, dan sejak lama menghadapi diskriminasi dan persekusi di bawah kaum Sunni Afghanistan dan Pakistan.
Dalam laporan yang diterbitkan pada Kamis (19/8/2021) itu, Amnesty International menyatakan, sembilan lelaki Hazara dibunuh antara tanggal 4 hingga 6 Juli di distrik Malistan di provinsi Ghazni di timur Afghanistan. Amnesty International mewawancarai sejumlah saksi mata dan meninjau bukti-bukti fotografis usai pembunuhan itu.
Sejumlah warga desa Mundarakht mengungkap, mereka melarikan diri ke pegunungan saat perang antara pasukan pemerintah dan gerilyawan Taliban meningkat. Saat beberapa warga kembali ke desa untuk mengambil makanan, Taliban telah menjarah rumah mereka dan menanti mereka.