Militer Myanmar Bebaskan Ashin Wirathu, Biksu yang Dituduh Menghasut Kekerasan pada Rohingya
Militer Myanmar membebaskan Wirathu, biksu Buddha nasionalis yang dikenal anti-Muslim dan dituduh menghasut kekerasan terhadap Muslim Rohingya.
Penulis: Rica Agustina
Editor: Garudea Prabawati
TRIBUNNEWS.COM - Militer Myanmar telah membebaskan Ashin Wirathu, seorang biksu Buddha nasionalis yang dikenal anti-Muslim.
Wirathu dipenjara akhir tahun lalu setelah menyerahkan diri kepada pihak berwenang atas tuduhan yang dilayangkan terhadapnya.
Dia didakwa karena mencoba untuk membawa kebencian atau penghinaan, dan ketidakpuasan terhadap pemerintah saat itu.
Wirathu kini dibebaskan setelah semua tuduhan terhadapnya dibatalkan, kata militer dalam sebuah pernyataan pada Senin (6/9/2021).
Dia menerima perawatan di rumah sakit militer, tambah militer, tanpa memberikan rincian lebih lanjut.
Baca juga: ASEAN Berhasil Dorong Gencatan Senjata di Myanmar Hingga Akhir Tahun
Baca juga: RI Beri Bantuan Kemanusiaan Sebesar USD 200.000 bagi Rakyat Myanmar
Sementara itu, Myanmar Now, sebuah kelompok media independen, mengatakan Wirathu telah "diampuni" oleh militer di tengah kampanye pembebasannya oleh para pendukung nasionalis.
Namun, beredar kabar bahwa Wirathu dibebaskan karena menderita Covid-19 dan tidak dalam keadaan sehat.
Kontoversi Wirathu
Wirathu pernah dijuluki oleh majalah Time sebagai The Face of Buddhist Terror atau Wajah Teror Buddhis.
Dikutip dari Al Jazeera, julukan itu disematkan karena perannya dalam membangkitkan kebencian agama di Myanmar.
Wirathu, yang berasal dari pusat kota Mandalay, terlibat dalam kelompok 969 anti-Muslim pada 2001 dan pertama kali dipenjara pada 2003.
Dirilis pada 2010, dia menjadi terkenal dua tahun kemudian setelah kerusuhan pecah antara umat Buddha dan etnis minoritas Muslim Rohingya di negara bagian Rakhine barat.
Dia mendirikan organisasi nasionalis yang dituduh menghasut kekerasan terhadap Muslim dan juga berhasil melobi undang-undang yang mempersulit pernikahan beda agama.
Pada tahun 2017, otoritas Buddhis tertinggi Myanmar melarangnya berkhotbah selama satu tahun karena "omelannya".