Dokumen Rahasia 9/11 Dirilis FBI, Hubungan Teroris dan Arab Saudi yang Selama Ini Dicurigai Diungkap
FBI merilis dokumen rahasia 9/11, hubungan teroris dan Arab Saudi yang selama ini dicurigai diungkap.
Penulis: Ika Nur Cahyani
Editor: Pravitri Retno W
TRIBUNEWS.COM - FBI merilis dokumen pertama terkait penyelidikan penyerangan teroris di AS pada 11 September 2001 atau disebut insiden 9/11 pada Sabtu (11/9/2021) lalu.
Perilisan bertepatan dengan peringatan 20 tahun terjadinya penyerangan beruntun yang diyakini didalangi Al Qaeda itu.
Dokumen ini diungkap ke publik sesuai perintah Presiden AS, Joe Biden, menyusul adanya kecurigaan bahwa Arab Saudi mendukung para teroris.
Dilansir Reuters, keluarga dan penyintas insiden 9/11 sebelumnya meminta Biden tidak hadir dalam peringatan 20 tahun jika tidak mendeklasifikasi dokumen tersebut.
Lantaran, mereka memiliki dugaan otoritas Arab Saudi mendukung plot penyerangan itu.
Baca juga: 20 Tahun 9/11 di Mata Warga Afghanistan: Awal Masa Buruk hingga Kekecewaan Ditinggal AS
Baca juga: 24 Warga Jepang Tewas dalam Serangan Teroris 11 September 20 Tahun Lalu
Adapun dokumen 16 lembar yang dirilis FBI menguraikan kontak antara pelaku penyerangan dan rekan-rekan dari Saudi.
Namun, tidak ada bukti pemerintah Kerajaan Arab Saudi terlibat dalam rangkaian serangan tersebut.
Arab Saudi sendiri sudah lama menegaskan tidak berkaitan dengan insiden 9/11.
Kedutaan Saudi di Washington tidak segera memberi tanggapan saat dokumen itu dirilis.
Dalam sebuah pernyataan yang dirilis pada 8 September, kedutaan mengatakan Arab Saudi selalu menyarankan adanya transparansi seputar peristiwa 9/11.
Pihaknya juga menyambut baik perilisan dokumen rahasia berkaitan dengan serangan itu oleh AS.
"Seperti yang diungkapkan oleh penyelidikan sebelumnya, termasuk Komisi 9/11 dan rilis yang disebut '28 Pages', tidak ada bukti yang pernah muncul untuk menunjukkan bahwa pemerintah Saudi atau pejabatnya memiliki pengetahuan sebelumnya tentang serangan teroris atau berada di cara apa pun yang terlibat," kata pernyataan kedutaan.
Diketahui, sebanyak 15 dari total 19 penyerang berasal dari Arab Saudi.
Namun, komisi pemerintah AS tidak menemukan bukti Arab Saudi secara langsung mendanai Al Qaeda, dalang penyerangan.
Hal ini menimbulkan tanda tanya apakah pejabat Saudi secara pribadi memiliki hubungan dengan kelompok militan tersebut.
Baca juga: 20 Tahun Serangan 9/11: Jerman Masih Berhadapan dengan Para Jihadis Militan
Baca juga: Cerita Suami yang Istrinya Jadi Korban Serangan 9/11: Dia Pergi Bekerja dan Tak Pernah Kembali
Keluarga dari sekitar 2.500 korban tewas dan lebih dari 20.000 korban luka, bisnis, dan berbagai perusahaan asuransi, telah menggugat Saudi hingga miliaran dolar.
Dalam sebuah pernyataan atas nama organisasi 9/11 Families United, Terry Strada, yang suaminya Tom terbunuh pada 11 September, mengatakan dokumen yang dirilis oleh FBI menghilangkan keraguan tentang keterlibatan Saudi dalam serangan tersebut.
"Sekarang rahasia Saudi terungkap dan sudah lewat waktu bagi Kerajaan untuk mengakui peran pejabatnya dalam membunuh ribuan orang di tanah Amerika," kata pernyataan itu.
Arti Peristiwa 9/11 bagi Afghanistan
Tepat pada Sabtu (11/9/2021) lalu, serangan yang juga dikenal dengan sebutan peristiwa 9/11 berusia 20 tahun.
Sebanyak 19 teroris membajak 4 pesawat komersil AS untuk menyerang sejumlah situs penting, satu di antaranya World Trade Center (WTC) di New York City.
Serangan juga diarahkan ke Washington DC, Shanksville di Pennsylvania dan Pentagon di Virginia hingga diperkirakan menyebabkan korban jiwa sebanyak 2.977.
Pimpinan Al Qaeda, Osama bin Laden, yang disebut dilindungi Taliban di Afghanistan diduga jadi dalang dari insiden ini.
Bagi Afghanistan, serangan 9/11 merupakan pemicu Perang Afghanistan selama dua dekade.
Taliban yang berkuasa di Afghanistan sejak 1996 digulingkan oleh pasukan AS pada 2001 karena diduga melindungi anggota Al Qaeda.
Baca juga: FAKTA-FAKTA Serangan Teroris 11 September 2001 di Amerika Serikat
Baca juga: Jadi Pembicara Peringatan 20 Tahun Tragedi WTC 9/11, Gus Yahya Ajak Tatanan Dunia Diperkuat
Namun tahun ini, Taliban kembali memimpin Kabul dan sebagian besar negara setelah AS dan sekutu menarik pasukannya.
"Ini adalah hari ketika masa-masa buruk dimulai bagi Afghanistan dan warga Afghanistan," kata Haizbullah, seorang pedagang grosir di selatan kota Kandahar, jantung dan ibu kota asli Taliban.
Haizbullah tidak yakin bahwa tujuan AS menginvasi negaranya hanya karena ingin membalas Al Qaeda.
Menurutnya pada 2001 lalu, AS datang untuk menunjukkan kekuatannya sebagai negara besar.
"Amerika datang ke sini untuk menunjukkan kepada dunia bahwa mereka adalah negara adidaya dan 9/11 hanyalah alasan yang mereka buat untuk menduduki Afghanistan," katanya, dikutip dari The Guardian.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)