Kesepakatan Pemerintah Malaysia dengan Oposisi: Tak Ada Pembubaran Parlemen sebelum Akhir Juli 2022
Pemerintah Malaysia tidak akan membubarkan parlemen setidaknya sebelum akhir Juli 2022, menurut kesepakatan yang ditandatangani dengan pihak oposisi
Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Arif Fajar Nasucha
TRIBUNNEWS.COM - Pemerintah Malaysia tidak akan membubarkan parlemen setidaknya sebelum akhir Juli 2022, menurut kesepakatan yang ditandatangani dengan pihak oposisi, Reuters via USNews melaporkan.
Kesepakatan itu bertujuan menjaga stabilitas politik sembari memulihkan negara dari krisis Covid-19.
Malaysia mengalami pergolakan politik sejak kekalahan United Malays National Organisation (UMNO) dalam pemilu 2018 akibat skandal korupsi.
UMNO sebelumnya telah memimpin negara itu selama lebih dari 60 tahun.
Sejak kekelahan itu, dua pemerintahan pun telah runtuh.
Kini, penunjukan Perdana Menteri Ismail Sabri Yaakob mengembalikan peran perdana menteri kepada UMNO.
Koalisi Ismail Sabri, yang memegang mayoritas tipis di parlemen, pada hari Senin (13/9/2021) menandatangani pakta kerja sama dengan blok oposisi utama yang dipimpin oleh Anwar Ibrahim.
Baca juga: Parlemen Malaysia Dibuka Kembali, PM Ismail Sabri Menangkan Dukungan Oposisi
Baca juga: Malaysia Lakukan Tes Swab Covid-19 Terhadap Orangutan Kalimantan
Di bawah ketentuan pakta, yang rinciannya dirilis untuk umum pada hari ini, menyebut pemerintah setuju untuk melakukan beberapa keputusan dan reformasi.
Reformasi itu termasuk menetapkan undang-undang untuk mencegah pembelotan dan membatasi masa jabatan perdana menteri hingga 10 tahun.
Sebagai imbalannya, koalisi Anwar tidak akan menghalangi pemerintah untuk mendapatkan suara penting di parlemen.
Kesepakatan itu juga termasuk komitmen untuk mendukung atau abstain pada anggaran pemerintah 2022, yang akan diajukan bulan depan.
Anggaran juga harus dinegosiasikan dan diselesaikan secara bipartisan, kata kesepakatan itu.
Pakta tersebut, yang pelaksanaannya akan dipantau oleh komite bipartisan, akan berlangsung hingga pembubaran parlemen saat ini.
Baca juga: Pelaku Perjalanan dari Arab Saudi dan Malaysia Paling Banyak Terkonfirmasi Covid-19 Saat Tiba di RI
Baca juga: Mantan PM Malaysia Najib Razak Ditawari Jabatan Penasihat Ekonomi, Upaya Ismail Pertahankan Dukungan
Reformasi lain yang disepakati yaitu memperkuat rencana Covid-19, merestrukturisasi komite parlemen, pendanaan yang setara untuk pemerintah dan anggota parlemen oposisi, keterlibatan oposisi dalam dewan pemulihan nasional, serta menurunkan usia pemilih minimum dari 21 menjadi 18 tahun.
Kementerian keuangan pada hari Selasa juga mengumumkan peningkatan pendanaan untuk pemerintah sebesar 45 miliar ringgit untuk penanganan pandemi.
Respons Raja atas Kerjasama Pemerintah dan Oposisi
Raja Sultan Abdullah Sultan Ahmad Shah menyampaikan pidato pembukaannya di Parlemen pada hari Senin.
Ia memuji kerja sama bipartisan untuk membantu negara mengatasi krisis kesehatan dan ekonominya.
Raja mengatakan dia telah menerima banyak surat dari masyarakat, menguraikan perjuangan yang mereka hadapi dan permohonan mereka untuk perubahan.
"Kedewasaan seperti inilah yang didambakan masyarakat," katanya.
"Terlalu banyak yang terkena dampak pandemi, dan terlalu banyak yang kehilangan sumber pendapatan mereka."
Baca juga: Kasus Covid-19 Turun, Tingkat Mobilitas Masyarakat RI Lebih Rendah dari Malaysia dan Vietnam
Baca juga: Anggota Parlemen Malaysia Tanggapi Kabinet Baru PM Ismail Sabri: Lebih Mirip Reshuffle
Malaysia mencatat hampir dua juta kasus COVID-19.
Lebih dari 20.000 kematian dilaporkan meskipun negara telah di-lockdown sejak Juni yang dampaknya sangat merugikan perekonomian.
Raja menyerukan mengheningkan cipta untuk mengenang para korban virus corona.
Ia juga memperingatkan anggota parlemen untuk tidak mempertaruhkan masa depan negara untuk kepentingan politik mereka sendiri.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)