ASEAN Pertimbangkan Tidak Undang Pimpinan Junta Militer Myanmar di KTT, Ini Alasannya
Asosiasi negara di Asia Tenggara, ASEAN, sedang berdiskusi untuk tidak mengundang pimpinan junta militer Myanmar di pertemuan puncak bulan ini.
Penulis: Ika Nur Cahyani
Editor: Daryono
Juru bicara junta Myanmar Zaw Min Tun sejauh ini belum menanggapi.
Pekan lalu dia mengatakan pada konferensi pers bahwa Myanmar bekerja sama dengan ASEAN "tanpa mengorbankan kedaulatan negara".
Junta Militer Culik Anak-anak
Menurut PBB dalam laporan The Guardian pada 23 September 2021, militer Myanmar melakukan penculikan sistematis kepada kerabat dari orang yang ingin ditangkap, termasuk anak-anak.
Militer dan pasukannya telah menewaskan lebih dari 1.100 orang, lapor PBB.
Mereka disebut menggunakan senapan semi-otomatis dan penembak jitu kepada pengunjuk rasa pro-demokrasi.
Senjata yang dirancang untuk konfrontasi militer, seperti peluncur granat dan peluru artileri, juga digunakan untuk melawan pengunjuk rasa dan ditembakkan ke daerah pemukiman, kata laporan.
"Korban pasukan keamanan sering mengalami luka di kepala dan dada mereka, menunjukkan bahwa mereka menjadi sasaran bahaya maksimum," kata laporan itu.
Pada Juli, junta telah membunuh sedikitnya 75 anak mulai dari usia 14 bulan hingga 17 tahun, menurut Tom Andrews, pelapor khusus situasi HAM di Myanmar.
Baca juga: Melihat Kehidupan Warga Myanmar yang Melarikan Diri ke Desa Perbatasan India
Baca juga: Menlu Ingatkan Penguatan ASEAN Hadapi Ancaman Keamanan di Kawasan
Militer, tambahnya, secara rutin menculik anggota keluarga ketika tidak dapat menemukan sasaran yang ingin ditangkap.
"Saya telah menerima laporan yang dapat dipercaya bahwa pasukan junta telah secara sewenang-wenang menahan setidaknya 177 orang ketika target berhasil lolos dari penangkapan."
"Korban-korban ini termasuk anak-anak yang sangat muda berusia 20 minggu," katanya.
Lebih dari 8.000 orang telah ditahan sejak militer merebut kekuasaan pada 1 Februari.
Junta menangkap siapa saja yang menentang kekuasaannya, mulai dari politisi terpilih, aktivis, pekerja medis, dan jurnalis.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)