Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Merck & Co Minta Persetujuan FDA untuk Obat Anti Covid-19 Molnupiravir

Jika disetujui, pil yang dikembangkan Merck bersama Ridgeback Biotherapeutics ini akan menjadi obat Covid-19 oral pertama yang disetujui oleh FDA AS.

Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Dewi Agustina
zoom-in Merck & Co Minta Persetujuan FDA untuk Obat Anti Covid-19 Molnupiravir
Handout / Merck & Co,Inc. / AFP | Kena Betancur / GETTY IMAGES NORTH AMERICA / AFP
Molnupiravir | Papan nama gedung perusahaan Merck 

Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari

TRIBUNNEWS.COM, MARYLAND - Perusahaan farmasi Amerika Serikat (AS) Merck & Co mengatakan mereka telah meminta otorisasi penggunaan darurat (EUA) dari regulator obat AS, Badan Pengawas Obat dan Makanan (FDA) untuk pengobatan antivirus virus corona (Covid-19).

Diketahui, pada 1 Oktober lalu, Merck mengumumkan berhasilnya uji coba Molnupiravir yang diklaim dapat mengurangi risiko rawat inap dan kematian akibat Covid-19 hingga mencapai 50 persen.

"Merck telah mengajukan aplikasi Emergency Use Authorization (EUA) ke Food and Drug Administration (FDA) AS untuk Molnupiravir, obat antivirus oral yang diteliti untuk pengobatan Covid-19 ringan hingga sedang pada orang dewasa yang berisiko progresif ke Covid-19 kategori parah atau berisiko rawat inap," kata perusahaan itu.

Jika disetujui, pil yang dikembangkan Merck bersama Ridgeback Biotherapeutics ini akan menjadi obat Covid-19 oral pertama yang disetujui oleh FDA AS.

"Pada analisis sementara, Molnupiravir mengurangi risiko rawat inap atau kematian mencapai sekitar 50 persen," kata pernyataan itu.

Dikutip dari laman Sputnik News, Selasa (12/10/2021), analisis sementara dari studi fase 3 menemukan 7,3 persen pasien yang diobati dengan Molnupiravir dirawat di rumah sakit dalam waktu 29 hari.

Baca juga: Penggunaan Obat Molnupiravir di Indonesia Harus Lulus Uji Keamanan BPOM

Berita Rekomendasi

Sedangkan untuk pasien yang menerima plasebo, 14,1 persen dirawat di rumah sakit atau meninggal pada hari ke 29.

Selanjutnya, tidak ada kematian yang dilaporkan terjadi pada pasien yang diberi Molnupiravir dalam periode 29 hari.

Sementara 8 kematian dilaporkan terjadi pada pasien yang diobati menggunakan plasebo.

"775 peserta uji coba memiliki gejala Covid-19 yang dikonfirmasi laboratorium, dan Molnupiravir atau plasebo diberikan secara acak dalam lima hari munculnya gejala," jelas pernyataan itu.

Efek samping sebanding ditemukan pada kelompok Molnupiravir dan plasebo, dengan sekitar 10 persen melaporkan adanya efek samping.

Hanya 1,3 persen dari kelompok Molnupiravir yang menghentikan terapi, karena munculnya efek samping ini.

Lalu kurang dari 3,4 perssn dari kelompok plasebo pun turut melakukannya.

Peserta pun tidak divaksinasi dan memiliki setidaknya satu faktor mendasar yang menempatkan mereka pada risiko lebih besar terinfeksi kasus Covid-19 yang lebih parah.

Baca juga: Bukan Corona, Tetapi Virus Berbahaya Yezo (Yezv) Ditemukan Jepang

Faktor risiko yang paling umum ditemukan termasuk di antaranya obesitas, berusia di atas 60 tahun, diabetes atau penyakit jantung.

Penelitian ini menunjukkan efektivitas Molnupiravir tidak dipengaruhi oleh waktu timbulnya gejala atau faktor risiko yang mendasari kondisi pasien.

Selain itu, obat ini diklaim efektif secara konsisten dalam mengobati semua varian Covid-19, termasuk strain Delta yang sangat dominan dan sangat mudah menular.

Uji coba ini dilakukan pada lebih dari 170 lokasi di sejumlah negara termasuk AS, Kanada, Inggris, Brazil, Italia, Jepang, Afrika Selatan, Spanyol, Ukraina dan Guatemala.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas