Mantan Menlu AS Colin Powell Meninggal Akibat Komplikasi Covid-19
Mantan Menlu AS dan Kepala Staf Gabungan AS Colin Powell meninggal dunia Senin (18/10/2021) karena komplikasi Covid-19
Editor: hasanah samhudi
TRIBUNNEWS.COM - Mantan Menteri Luar Negeri dan Kepala Staf Gabungan Amerika Serikat Colin Powell meninggal pada Senin(18/10/2021) karena komplikasi penyakit Covid-19.
Pihak keluarga mengumumkan kematian mantan menlu berusia 84 tahun itu dalam sebuah posting di Facebook.
"Jenderal Colin L Powell, mantan menteri luar negeri AS dan Kepala Staf Gabungan, meninggal pagi ini (kemarin red) karena komplikasi dari Covid-19," tulis mereka.
Keluarga berterima kasih kepada staf medis di Pusat Medis Nasional Walter Reed atas perawatan yang penuh perhatian.
"Kami telah kehilangan suami, ayah, kakek, dan orang Amerika yang luar biasa dan penyayang,” sebut mereka.
Baca juga: Dokter Spesialis Jantung Sebut 80 Persen Pasien Covid-19 yang Dirawat di RS Memiliki Komorbid
Baca juga: Jenderal Collin Powell dan John Kerry Kompak Kecam Presiden AS Donald Trummp
Keluarga mencatat bahwa Colin Powell telah divaksinasi penuh terhadap virus corona.
Tetapi CNN mengutip sumber yang mengatakan Powell menderita multiple myeloma, suatu bentuk kanker darah, yang perawatannya membuatnya lebih rentan terhadap Covid-19.
Powell adalah tokoh kunci di Washington setelah Perang Teluk pertama pada tahun 1990.
Untuk beberapa waktu selama tahun 1990-an, dia sering didekati untuk mencalonkan diri sebagai presiden dari Partai Republik.
Dia menjabat sebagai menteri luar negeri ke-65 di bawah Presiden George W Bush dari 2001 hingga 2005.
Baca juga: Orang dengan Komorbid Disarankan Tetap Minum Obat Rutin saat Terpapar Covid-19
Baca juga: Punya Komorbid, Perlukah Medical Check-up Sebelum Vaksinasi Covid-19?
"Laura dan saya sangat sedih atas kematian Colin Powell," kata Bush dalam sebuah pernyataan.
Menurut Bush, Colin Powell adalah pegawai publik yang hebat, dimulai sejak ia menjadi tentara selama Vietnam. Banyak presiden mengandalkan nasihat dan pengalaman Jenderal Powel.
"Dia sangat dihormati di dalam dan luar negeri,” katanya.
Presiden Joe Biden memerintahkan pengibaran bendera Amerika setengah tiang di Gedung Putih untuk menghormati Powell.
Biden menyebutnya sebagai patriot dengan kehormatan dan martabat yang tak tertandingi.
Baca juga: Bolehkan Pasien Covid-19 Komorbid Asma Pakai Inhaler dan Nebulizer? Ini Penjelasan Dokter
"Dia percaya pada janji Amerika karena dia menjalaninya," kata Biden dalam sebuah pernyataan.
"Colin selalu seseorang yang memberi Anda yang terbaik dan memperlakukan Anda dengan hormat,” katanya.
Dikatakannya, Colin Powell berulangkali mementingkan negara ketimbang dirinya, baik saat bertugas ataupun tidak.
"Itu membuatnya mendapatkan rasa hormat universal dari rakyat Amerika," tambahnya.
Menteri Pertahanan Lloyd Austin, orang kulit hitam Amerika pertama yang memimpin Pentagon, juga memuji Powell atas pengabdiannya.
Baca juga: Kisah Pasukan Amerika Selamat dari Serangan Rudal Balistik Iran di Bunker Peninggalan Saddam Husein
"Dunia kehilangan salah satu pemimpin terbesar yang pernah kita saksikan," kata Austin kepada C-SPAN.
"Alma kehilangan suami yang hebat dan keluarga kehilangan ayah yang luar biasa. Saya kehilangan teman dan mentor pribadi yang luar biasa. Saya merasa seolah-olah ada yang kosong di hati saya,” katanya.
Powell pertama kali terlibat dalam pertempuran selama Perang Vietnam.
Ia naik pangkat menjadi penasihat keamanan nasional kulit hitam pertama selama akhir masa jabatan kedua Presiden Ronald Reagan pada akhir 1980-an.
Dia menjadi orang kulit hitam pertama, dan yang termuda, Kepala Staf Gabungan di bawah mantan Presiden George HW Bush pada tahun 1989.
Setelah serangan teroris 11 September 2001, Powell adalah bagian penting dari inisiasi perang melawan teror oleh George W Bush, pertama di Afghanistan dan kemudian Irak.
Pidatonya di Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York City pada tahun 2003, di mana ia berpendapat bahwa diktator Saddam Hussein memiliki senjata pemusnah massal, adalah peristiwa besar yang membuat banyak dukungan dari Amerika dan sekutu Barat untuk invasi Irak.
Namun Powell kemudian mengatakan kepada panel Senat bahwa sumber informasinya tentang Hussein salah dan pada saat itu tidak mungkin Irak memiliki senjata pemusnah massal. (Tribunnews.com/UPI/Hasanah Samhudi)