Pemogokan Umum di Haiti setelah 17 Misionaris Diculik Geng, Jalan-jalan Tampak Kosong
Jalan-jalan di Port-au-Prince sangat sepi pada hari Senin karena pemogokan umum yang mengecam situasi keamanan.
Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Facundo Chrysnha Pradipha
TRIBUNNEWS.COM - Kota Port-au-Prince tampak sepi pada hari Senin (18/10/2021) karena pemogokan umum.
Pemogokan itu terjadi akibat situasi keamanan yang memburuk di Haiti.
Sehari sebelunya, 17 misionaris AS dan Kanada diculik setelah mengunjungi panti asuhan.
Ribuan pekerja kemudian mengambil bagian dalam pemogokan yang dipimpin oleh serikat pekerja lokal dan kelompok masyarakat sipil lainnya.
Pengemudi taksi pribadi dan bus umum berdiam di rumah.
Sementara toko-toko, sekolah, dan kantor pemerintah tutup.
Baca juga: 17 Misionaris Diculik Anggota Geng di Haiti, Lima di Antaranya Anak-anak
Terlihat tumpukan ban terbakar di jalan-jalan Port-au-Prince, kantor berita AP melaporkan, dikutip
Deutsche Welle.
Beberapa melemparkan batu ke beberapa mobil yang ada di jalan.
Penculikan 17 Misionaris oleh Anggota Geng
Diberitakan sebelumnya, 17 orang dilaporkan diculik oleh kelompok geng Haiti yang sudah terkenal atas kasus penculikan dan pembunuhan.
Dilansir Christianity Today, peculikan dilaporkan terjadi pada Minggu (17/10/2021), korbannya adalah 17 misionaris dari Christian Aid Ministries (CAM), sebuah organisasi yang berbasis di AS.
Diyakini ada 5 anak yang ikut diculik, termasuk balita berusia 2 tahun.
Geng 400 Mawozo menculik anggota kelompok itu di Ganthier, sebuah komunitas yang terletak di sebelah timur ibu kota Port-au-Prince, kata inspektur polisi Haiti Frantz Champagne kepada The Associated Press.
Geng itu juga diduga dalang dari penculikan lima pendeta dan dua biarawati awal tahun ini di Haiti.
Geng 400 Mawozo, yang terjemahan literalnya adalah "400 pria tidak berpengalaman," mengontrol daerah Croix-des-Bouquets yang mencakup Ganthier.
Mereka melakukan penculikan dan pembajakan mobil serta memeras pemilik bisnis, menurut pihak berwenang.
Baca juga: Migran Haiti Kabur hingga Nekat Naik Lagi ke Pesawat saat Dipulangkan ke Negaranya
Baca juga: Perdana Menteri Haiti Pecat Jaksa yang Menuduhnya Terlibat Pembunuhan Presiden Jovenel Moise
Berita penculikan pertama kali muncul dari pesan suara yang dikirim oleh CAM.
CAM mengatakan para korban sedang dalam perjalanan setelah mengunjungi panti asuhan.
Organisasi yang berbasis di Ohio itu lalu meminta dilakukannya doa segera untuk kelompok yang diculik itu.
"Bergabunglah dengan kami dalam berdoa bagi mereka yang disandera, para penculik, dan keluarga, teman, dan gereja dari mereka yang terkena dampak," kata CAM dalam sebuah pernyataan.
"Sebagai sebuah organisasi, kami menyerahkan situasi ini kepada Tuhan dan percaya kepada-Nya untuk membantu kami melaluinya."
"Semoga Tuhan Yesus dimuliakan dan lebih banyak orang mengenal kasih dan keselamatan-Nya."
Dalam situsnya, CAM menjelaskan misi mereka yaitu menjadi sumber yang dapat dipercaya dan efisien untuk Amish, Mennonite, dan kelompok serta individu Anabaptis konservatif lainnya untuk melayani kebutuhan fisik dan spiritual di seluruh dunia.
Sebuah postingan minggu lalu menyebut CAM memiliki program yang men-sponsori sekolah anak di Haiti, yang disebut menampung 8.600 anak.
Kelompok misionaris ini juga menawarkan kelas Alkitab, menjalankan klinik medis, membantu anak yatim, dan mendistribusikan benih kepada petani, dan lainnya Haiti, menurut laporan tahunannya.
Kasus Penculikan oleh Geng Kembali Marak
Kasus penculikan kali ini menandakan kembalinya lagi kasus penculikan yang dilakukan geng.
Penculikan sempat berkurang dalam beberapa bulan terakhir, setelah Presiden Jovenel Moïse ditembak mati di kediaman pribadinya pada 7 Juli dan gempa berkekuatan 7,2 SR yang menewaskan lebih dari 2.200 orang pada Agustus.
AP menerjunkan tim pada hari Minggu untuk mengunjungi panti asuhan yang dikunjungi kelompok itu di Ganthier.
Seorang penjaga keamanan mengkonfirmasi bahwa itu adalah tempat yang dikunjungi misionaris yang diculik sebelum mereka diculik.
Penjaga itu menelepon pendeta panti asuhan atas permintaan AP, tetapi dia menolak berkomentar.
Pendeta itu hanya mengatakan, "Biarkan saja apa adanya."
Seorang pejabat senior AS mengatakan Amerika Serikat kini tengah berhubungan dengan pihak berwenang Haiti untuk mencoba menyelesaikan kasus tersebut.
Wilson Joseph, Pemimpin Geng
Hampir setahun yang lalu, polisi Haiti mengeluarkan poster buronan untuk tersangka pemimpin geng, Wilson Joseph, dengan tuduhan di antaranya pembunuhan, percobaan pembunuhan, penculikan, pencurian mobil, dan pembajakan truk yang membawa barang.
Dia menggunakan julukan "Lanmò Sanjou," yang berarti "kematian tidak tahu hari apa ia akan datang."
Joseph sempat memposting video yang merinci dugaan kejahatan yang dilakukan gengnya dalam beberapa tahun terakhir.
Baca juga: Pasukan Nigeria Selamatkan 187 Korban Penculikan oleh Bandit Bersenjata
Suatu ketika, ketika komplotan itu menembaki sebuah bus kecil yang membawa beberapa penumpang dan membunuh seorang bayi, Wilson mengatakan itu bukan kesalahan gengnya karena sopir bus itu sendiri yang menolak untuk berhenti.
Dalam video yang lebih baru, ia tampak memegang sebotol alkohol yang dikelilingi pria bersenjata lengkap.
Video lain dari bulan Juni menunjukkan orang-orang di dalam gereja melarikan diri ketika terjadi penembakan di luar gereja.
Geng itu dilaporkan menyerbu daerah itu dan membakar mobil.
Skandal Internal CAM
Sementara itu, CAM berada di bawah pengawasan publik pada tahun 2019, ketika salah satu mantan pekerja kelompok yang berbasis di Haiti dihukum karena kejahatan pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur di Ohio.
Jeriah Mast, 40, menjalani hukuman sembilan tahun di penjara Ohio.
Selama persidangan, hakim mengatakan Mast mengaku mencabuli setidaknya 30 anak laki-laki di Haiti dalam rentang waktu sekitar 15 tahun, menurut surat kabar The Daily Record di Ohio.
Organisasi itu mengatakan dalam sebuah pernyataan Mei 2020 bahwa mereka telah mencapai penyelesaian di luar pengadilan dengan para korban mengenai kasus pelecehan seksual di komunitas Petit Goave Haiti.
Mereka juga telah memberi korban lain senilai total $420.000 dalam restitusi dan bantuan lainnya.
Kasus Penculikan Lainnya
Di tengah lonjakan penculikan, sejumlah geng menuntut uang tebusan mulai dari beberapa ratus dolar hingga lebih dari $ 1 juta, menurut pihak berwenang.
September lalu, seorang diaken dibunuh di depan sebuah gereja di ibu kota Port-au-Prince sementara istrinya diculik, satu dari lusinan orang yang diculik dalam beberapa bulan terakhir.
Setidaknya 328 penculikan dilaporkan ke Kepolisian Nasional Haiti dalam delapan bulan pertama tahun 2021, dibandingkan dengan total 234 kasus pada tahun 2020, menurut sebuah laporan yang dikeluarkan bulan lalu oleh Kantor Terpadu PBB di Haiti yang dikenal sebagai BINUH.
Anggota geng telah dituduh menjadi dalang kasus penculikan anak sekolah, dokter, petugas polisi, penumpang bus, dan lain-lain saat kelompok mereka tumbuh lebih kuat.
Pada bulan April, seorang pria yang mengaku sebagai pemimpin geng 400 Mawozo mengatakan kepada sebuah stasiun radio bahwa mereka menculik lima pendeta, dua biarawati, dan tiga kerabat dari salah satu pendeta bulan itu.
Mereka kemudian dibebaskan.
Lonjakan penculikan dan kekerasan oleh geng telah memaksa warga Haiti untuk mengambil jalan memutar di sekitar daerah tertentu yang dikuasai geng.
Sementara warga lainnya memilih untuk tinggal di rumah.
Hal itu berdampak pada berkurangnya pendapatan seperti Charles Pierre, seorang sopir taksi moto di Port-au- Prince yang memiliki beberapa anak untuk diberi makan.
"Orang-orang tidak keluar di jalan-jalan," katanya.
"Kami tidak dapat menemukan orang untuk diantar."
Kunjungan Pejabat AS
Penculikan para misionaris itu terjadi hanya beberapa hari setelah pejabat tinggi AS mengunjungi Haiti.
AS menjanjikan lebih banyak sumber daya untuk Kepolisian Nasional Haiti, termasuk $15 juta lainnya untuk membantu mengurangi kekerasan geng.
Tahun ini, kekerasan geng telah membuat ribuan warga Haiti tinggal di tempat penampungan sementara dengan kondisi yang semakin tidak higienis.
"Kekacauan politik, meningkatnya kekerasan geng, memburuknya kondisi sosial ekonomi—termasuk kerawanan pangan dan malnutrisi—semua berkontribusi pada memburuknya situasi kemanusiaan," kata BINUH dalam laporannya.
"Kekuatan polisi yang kewalahan dan kekurangan sumber daya saja tidak dapat mengatasi masalah keamanan di Haiti."
Baca juga: Taliban Gantung Mayat Para Terduga Pelaku Penculikan
Pada hari Jumat, Dewan Keamanan PBB memberikan suara bulat untuk memperpanjang misi politik PBB di Haiti.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)