Pernah Jadi Contoh Penanganan Covid-19 yang Baik, Jerman Kini Catat 50.000 Kasus Baru per Hari
Jerman pernah dianggap contoh penanganan virus corona yang baik. Namun sekarang, Jerman justru ketambahan hampir 50.000 kasus baru setiap hari
Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Wahyu Gilang Putranto
TRIBUNNEWS.COM - Jerman pernah dianggap sebagai contoh bagaimana suatu negara menangani virus corona yang baik.
Namun sekarang, Jerman justru ketambahan hampir 50.000 kasus Covid-19 baru setiap hari.
Dilansir CNBC, Jerman kini memasuki gelombang keempat Covid-19, di mana varian delta menyebar cepat saat cuaca semakin dingin.
Kamis (11/11/2021) menjadi hari keempat peningkatakan kasus tertinggi berturut-turut, dengan jumlah kasus baru yang masuk berjumlah 50.377 kasus, menurut worldometers.info.
Berdasarkan data dari badan kesehatan masyarakat Robert Koch Institute, jumlah total kasus Jerman kini telah mencapai 4,89 juta dan jumlah kematian mencapai 97.198.
Data tersebut mengkhawatirkan para pejabat dan pakar kesehatan masyarakat Jerman.
Baca juga: Jerman Hanya Rekomendasikan BioNTech-Pfizer untuk Kaum Muda
Baca juga: Teknologi Jerman Masih Terus Dipakai di Mesin Kapal Perang Cina
Kanselir Angela Merkel dilaporkan telah menyerukan pertemuan mendesak dengan perdana menteri negara bagian untuk membahas tanggapan negara terhadap krisis Covid-19.
Juru bicara utamanya, Steffen Seibert, mengatakan pada hari Rabu (10/11/2021) bahwa virus itu menyebar secara dramatis dan tanggapan yang cepat dan terpadu diperlukan.
Ahli virologi Jerman terkemuka Christian Drosten menyerukan tindakan segera pada hari Selasa.
Ia memperingatkan bahwa negara itu dapat mencatat 100.000 kasus kematian akibat virus jika tidak ada yang dilakukan untuk mengatasi penyebaran.
Berbicara di podcast NDR, Drosten mengatakan bahwa 100.000 kematian adalah "perkiraan konservatif" karena jutaan orang Jerman masih belum divaksinasi.
Awal pekan ini, anggota parlemen Jerman, yang fokus pada pembicaraan koalisi untuk membentuk pemerintahan baru setelah pemilihan umum September lalu, mengusulkan rancangan undang-undang yang akan dibahas di Bundestag Jerman (parlemen).
Parlemen akan menyusun rencana wacana lockdwon Covid-19 lagi, yang telah berakhir baru-baru ini.
Penanganan lainnya termasuk pengujian harian wajib untuk karyawan dan pengunjung panti jompo, dan langkah-langkah lainnya, menurut sebuah laporan oleh Deutsche Welle.
Secara keseluruhan, anggota parlemen umumnya menentang penerapan lockdown lagi.
Tetapi beberapa negara bagian, yang diizinkan untuk menetapkan batasan mereka sendiri, telah menerapkan kembali beberapa aturan dan batasan Covid-19.
Jerman Tidak Menjadi Contoh Lagi?
September 2020 lalu, Jerman dipuji atas tanggapan awalnya terhadap pandemi Covid-19, mengutip CNBC.
Jerman mengandalkan program testing Covid-19 dan penelusuran yang efisien, serta membangun standar perawatan kesehatan yang tinggi untuk membantu mencegah kasus dan kematian yang meluas.
Respons awal negara itu jauh lebih berhasil daripada negara tetangganya di Eropa Barat, seperti Prancis dan Italia.
Namun, sama seperti tetangganya, upaya vaksinasi Jerman dimulai dengan lambat.
Jerman juga harus menghadapi bagian skeptisisme vaksin yang keras kepala dalam populasinya.
Hingga saat ini, 69,8% populasi di Jerman telah menerima satu dosis vaksin sementara 67,3% populasi telah divaksinasi lengkap.
Dibandingkan dengan Inggris, 79,8% populasinya yang di atas 12 tahun telah divaksinasi lengkap.
Peningkatan tajam kasus Covid-19 baru-baru ini dinilai karena tingkat vaksinasi yang rendah.
Pekan lalu, menteri kesehatan Jerman, Jens Spahn, mengatakan, "Kita saat ini mengalami pandemi terutama di antara mereka yang tidak divaksinasi dan sangat masif."
Pada hari Kamis, calon pengganti Merkel, Olaf Scholz, mengatakan pusat vaksinasi Jerman harus dibuka kembali dalam upaya untuk mendorong lebih banyak warga untuk divaksinasi.
"Virus itu masih ada di antara kita dan mengancam kesehatan warga," kata Scholz, menteri keuangan sekaligus calon kanselir, dalam pidatonya di parlemen, Reuters melaporkan.
Jerman merupakan salah satu negara ekonomi terbesar di Eropa.
Seperti tetangganya, lockdown yang diberlakukan pada tahun 2020 dalam upaya untuk membendung penyebaran virus, telah menghantam ekonomi Jerman, yang sekarang juga menderita masalah rantai pasokan berikutnya.
Volker Wieland, ketua ekonomi moneter di Institute for Monetary and Financial Stability di Jerman, mengatakan kepada CNBC bahwa ada keengganan di negara itu untuk melakukan lockdown lagi.
"Mengingat vaksinasi yang kami miliki dan aturan yang tersedia dalam hal membuat ekonomi dan industri berfungsi, kami tidak memprediksi konsekuensi yang tajam pada musim dingin ini."
"Sejauh ini pemerintah mengatakan mereka tidak ingin memberlakukan lockdown baru pada sektor jasa," katanya kepada Annette Weisbach dari CNBC di Jerman.
"Jadi pemicu utama perlambatan di sektor jasa adalah jika ada pembatasan ketat pada ritel, di sekolah dan di area lain, misalnya, hotel dan restoran," tambahnya.
Sementara itu, Jerman bukanlah satu-satunya negara di Eropa yang mengalami lonjakan kasus.
Prancis juga mengalami peningkatan serupa, yang sebagian besar disebabkan oleh penyebaran varian delta yang jauh lebih mematikan.
Pada hari Rabu, menteri kesehatan Prancis, Olivier Veran, mengatakan negara itu berada di awal gelombang kelima pandemi.
Inggris, sebaliknya, yang telah melihat kasus meningkat pesat sejak akhir musim panas, sekarang mulai melihat jumlahnya turun.
Namun, hampir 40.000 kasus harian baru tercatat pada hari Rabu.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)