WHO Menyarankan Tidak Menggunakan Plasma Konvalesen Untuk Mengobati Pasien Covid-19
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyarankan agar tidak menggunakan tidak menggunakan plasma konvalesen untuk mengobati pasien Covid-1
Editor: hasanah samhudi
TRIBUNNEWS.COM, JENEWA - Organisasi Kesehatan Dunia pada Senin (7/12/2021) menyarankan agar tidak menggunakan plasma darah pasien yang telah pulih dari Covid-19 (plasma konvalesen) untuk mengobati mereka yang sakit.
Dalam pernyataannya Senin lalu, WHO menyebutkan bahwa bukti saat ini menunjukkan itu plasma ini tidak meningkatkan kelangsungan hidup atau mengurangi kebutuhan akan ventilator.
Hipotesis untuk menggunakan plasma adalah bahwa antibodi yang dikandungnya dapat menetralkan virus corona baru, menghentikannya bereplikasi, dan menghentikan kerusakan jaringan.
Beberapa penelitian yang menguji plasma darah konvalesen tidak menunjukkan manfaat nyata untuk merawat pasien Covid-19 yang sakit parah.
Uji coba yang berbasis di AS dihentikan pada bulan Maret setelah ditemukan bahwa plasma tidak mungkin membantu pasien Covid-19 ringan hingga sedang.
Baca juga: Waktu Terbaik Pemberian Plasma Konvalesen, Jangan Tunggu hingga Mengalami Gejala Berat
Baca juga: Menko PMK: Plasma Konvalesen Terbukti Dapat Membantu Terapi Pasien Covid-19
Dilansir dari Channel News Asia, WHO juga mengatakan, metode ini juga mahal dan memakan waktu untuk dilakukan.
Menurut WHO, sebuah panel ahli internasional membuat rekomendasi kuat agar tidak menggunakan plasma konvalesen pada pasien dengan penyakit tidak parah.
Mereka juga menyarankan untuk tidak menggunakannya pada pasien dengan penyakit parah dan kritis, kecuali dalam konteks uji coba terkontrol secara acak.
Rekomendasi yang diterbitkan dalam British Medical Journal (BMJ), didasarkan pada bukti dari 16 uji coba yang melibatkan 16.236 pasien dengan infeksi Covid-19 yang tidak parah, parah, dan kritis.
Dilansir dari CNBC, dalam terapi plasma konvalesen, plasma darah disumbangkan oleh seseorang yang telah pulih dari virus dan ditransfer ke pasien dengan harapan antibodi donor membantu melawan infeksi.
Baca juga: Cerita Penyintas Covid-19 Empat Kali Donor Plasma Konvalesen: Rasanya Luar Biasa, Bisa Bantu Orang
Baca juga: Donor Plasma Konvalesen: Simak Syarat, Manfaat dan Alur Donor
Badan Pengawas Obat dan Makanan AS pada bulan Februari mengurangi otorisasi penggunaan darurat plasma konvalesen untuk hanya mencakup pasien rawat inap di awal perkembangan penyakit dan mereka yang dirawat di rumah sakit yang memiliki gangguan sistem kekebalan di mana mereka tidak dapat menghasilkan respons antibodi yang kuat.
“Plasma dengan tingkat antibodi yang rendah belum terbukti membantu dalam Covid-19,” kata FDA dalam otorisasi darurat yang direvisi pada bulan Februari.
Badan tersebut mengeluarkan otorisasi aslinya yang lebih luas atas dasar darurat di AS untuk semua pasien yang dirawat di rumah sakit pada Agustus 2020 ketika tidak ada perawatan lain yang disetujui untuk virus tersebut.
Pada masa pemerintahan Trump, Menteri Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan Alex Azar menyebut penggunaan plasma konvalesen saat itu sebagai “tonggak pencapaian” dalam upaya memerangi Covid.
National Institutes of Health (NIH) pada Agustus juga mengatakan plasma konvalesen tidak membantu pasien dalam penelitian yang didukung NIH terhadap lebih dari 500 pasien dewasa Covid di University of Pittsburgh.
Baca juga: Sering Salah Kaprah, Pemberian Terapi Plasma Konvalesen Bukan Saat Pasien Covid-19 Kritis
Baca juga: PMI: Plasma Konvalesen Baik Diberikan Pasien Bergejala Sedang
Menurut NIH, uji coba dihentikan pada Februari karena kurang efektif.
The New England Journal of Medicine, dalam sebuah penelitian yang diterbitkan bulan lalu, menemukan bahwa plasma konvalesen tidak mencegah perkembangan penyakit pada pasien rawat jalan berisiko tinggi bila diberikan satu minggu setelah timbulnya gejala.
Penelitian menunjukkan, itu juga tidak meningkatkan hasil klinis pada pasien rawat inap di akhir perjalanan penyakit mereka.
Namun, penelitian ini menemukan bahwa plasma konvalesen memang mengurangi perkembangan penyakit pada orang dewasa rawat jalan yang lebih tua jika diberikan dalam waktu 72 jam setelah timbulnya gejala. (Tribunnews.com/CNA/CNBC/Hasanah Samhudi)