Tentara Myanmar Bakar Hidup-hidup 11 Warga Sipil sebagai Balasan Serangan terhadap Konvoi Militer
Tetara Myanmar membakar hidup-hidup 11 warga sipil sebagai balasan atas serangan terhadap konvoi militer, Selasa (7/12/2021).
Penulis: Rica Agustina
Editor: Wahyu Gilang Putranto
Juru bicara PBB Stephane Dujarric menyatakan keprihatinan mendalam atas laporan pembunuhan mengerikan 11 orang dan mengutuk keras kekerasan semacam itu.
Dujarric mengatakan laporan yang dapat dipercaya menunjukkan bahwa lima anak termasuk di antara orang-orang yang terbunuh.
Dujarric mengingatkan otoritas militer Myanmar tentang kewajiban mereka di bawah hukum internasional untuk memastikan keselamatan dan perlindungan warga sipil.
Hukum internasional meminta mereka yang bertanggung jawab atas tindakan keji ini untuk dimintai pertanggungjawaban.
Dujarric kemudian mengatakan, junta telah membunuh lebih dari 1.300 orang yang tidak bersenjata, termasuk lebih dari 75 anak-anak, Rabu (8/12/2021).
Mereka yang dibunuh menggunakan kekuatan mematikan atau saat mereka dalam tahanan sejak pengambilalihan militer pada 1 Februari 2021.
Aung San Suu Kyi Dihukum Dua Tahun
Pemimpin yang dikudeta, Aung San Suu Kyi yang dituduh melakukan penghasutan dan melanggar pembatasan virus corona, dijatuhi hukuman empat tahun penjara, yang kemudian dipangkas menjadi dua tahun.
Tindakan pengadilan dikritik secara luas sebagai upaya lebih lanjut oleh penguasa militer untuk memutar kembali perolehan demokrasi dalam beberapa tahun terakhir.
Di New York, Dewan Keamanan PBB menyatakan keprihatinan mendalam atas hukuman Suu Kyi dan presiden yang dikudeta, Win Myint, Rabu (8/12/2021).
PBB mengulangi seruan sebelumnya untuk pembebasan semua orang yang ditahan secara sewenang-wenang.
"Anggota Dewan Keamanan sekali lagi menekankan dukungan berkelanjutan mereka untuk transisi demokrasi di Myanmar," kata pernyataan dewan.
PBB menggarisbawahi perlunya menegakkan institusi dan proses demokrasi, menahan diri dari kekerasan, melakukan dialog konstruktif dan rekonsiliasi sesuai dengan keinginan dan kepentingan rakyat.
"Myanmar, hormati sepenuhnya hak asasi manusia dan kebebasan fundamental dan tegakkan supremasi hukum," kata pernyataan dewan.
Baca juga artikel lain terkait Krisis Myanmar
(Tribunnews.com/Rica Agustina)