Korea Selatan Akan Melacak Pergerakan Pasien Covid-19 Melalui Pengenalan Wajah
Korea Selatan akan menggunakan teknologi kecerdasan buatan (AI) dan teknologi pengenalan wajah untuk melacak pasien Covid-19
Editor: hasanah samhudi
Kementerian Sains dan ICT mengatakan tidak memiliki rencana saat ini untuk memperluas proyek ke tingkat nasional.
Baca juga: Kasus Baru Covid-19 Mencapai Rekor di Korea Selatan, Inggris, dan Prancis
Baca juga: Sebulan Fase Hidup Normal dengan Covid-19, Korea Selatan Alami Lonjakan Kasus Baru Covid-19
Dikatakan tujuan dari sistem ini adalah untuk mendigitalkan beberapa pekerjaan manual yang harus dilakukan oleh pelacak kontak saat ini.
Sistem Bucheon dapat secara bersamaan melacak hingga sepuluh orang dalam lima hingga sepuluh menit.
Sistem ini, sebut rencana bisnis itu, memotong waktu yang dihabiskan untuk pekerjaan manual yang memakan waktu sekitar setengah jam hingga satu jam untuk melacak satu orang.
Pejabat itu mengatakan bahwa rencana percontohan menggunakan tim yang terdiri dari sekitar sepuluh staf di satu pusat kesehatan masyarakat untuk menggunakan sistem pengenalan bertenaga AI.
Juga disebutkan, Bucheon menerima 1,6 miliar won dari Kementerian Sains dan ICT dan menyuntikkan 500 juta won dari anggaran kota ke dalam proyek untuk membangun sistem.
Baca juga: Ancaman Varian Baru Covid-19 AY.4.2, Pemerintah Waspadai Pelaku Perjalanan dari Jepang dan Korea
Baca juga: Bakal Impor Rapid Test Berbasis Artificial Intelligence, Indofarma: Prosesnya Hanya 1 Menit
Meskipun ada dukungan publik yang luas untuk metode pelacakan dan penelusuran invasif yang ada, para pembela hak asasi manusia dan beberapa anggota parlemen Korea Selatan telah menyatakan keprihatinannya bahwa pemerintah akan menyimpan dan memanfaatkan data tersebut jauh melampaui kebutuhan pandemi.
"Rencana pemerintah untuk menjadi Big Brother dengan dalih Covid adalah ide neo-totaliter," kata Park Dae-chul, seorang anggota parlemen dari oposisi utama People Power Party, kepada Reuters.
"Benar-benar salah untuk memantau dan mengontrol publik melalui CCTV menggunakan uang pembayar pajak dan tanpa persetujuan dari publik," kata Park, yang memberikan rencana kota kepada Reuters.
Pejabat Bucheon mengatakan tidak ada masalah privasi karena sistem menempatkan mosaik di wajah siapa pun yang bukan subjek.
"Tidak ada masalah privasi di sini karena sistem melacak pasien yang dikonfirmasi berdasarkan Undang-Undang Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Menular," kata pejabat itu kepada Reuters.
Baca juga: Jokowi akan Gunakan Artificial Intelligence untuk Pelayanan Publik, Pengamat: Ini Perlu Sosialisasi
"Pelacak kontak tetap berpegang pada aturan itu sehingga tidak ada risiko bocoran data atau pelanggaran privasi," katanya.
Menurutnya, aturan mengatakan pasien harus memberikan persetujuan mereka untuk pelacakan pengenalan wajah yang akan digunakan, tetapi bahkan jika mereka tidak setuju, sistem masih dapat melacak mereka menggunakan siluet dan pakaian mereka.
Badan Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Korea (KDCA) mengatakan penggunaan teknologi tersebut sah selama digunakan dalam bidang hukum pengendalian dan pencegahan penyakit. (Tribunnews.com/TST/Hasanah Samhudi)