Iran Bersumpah akan Balas Dendam Jika Trump Tidak Diadili atas Kematian Jenderal Qassem Soleimani
Presiden Iran, Ebrahim Raisi bersumpah akan membalas dendam jika Donald Trump tidak diadili atas pembunuhan Jenderal Qassem Soleimani.
Penulis: Ika Nur Cahyani
Editor: Arif Tio Buqi Abdulah
TRIBUNNEWS.COM - Presiden Iran, Ebrahim Raisi bersumpah akan membalas dendam jika Donald Trump tidak diadili atas pembunuhan Jenderal Qassem Soleimani.
Hal itu ia sampaikan dalam acara peringatan kedua kematian Jenderal top Iran, Qassem Soleimani karena serangan mematikan AS.
Dilansir Reuters, Iran dan kelompok sekutunya di Irak serta beberapa negara lainnya mengadakan peringatan itu untuk menghormati Soleimani.
Diketahui, Qassem Soleimani yang menjabat sebagai komandan Pasukan Quds ini meninggal dalam serangan drone pada 3 Januari 2020 di Bandara Baghdad.
Serangan itu diperintahkan oleh mantan Presiden AS, Donald Trump.
Baca juga: Jaksa Agung New York Panggil Donald Trump dan Dua Anak Tertuanya, Terkait Praktik Bisnis
Baca juga: Presiden Iran Ebrahim Raisi: Donald Trump Harus Diadili Karena Pembunuhan Jenderal Qasem Soleimani
"Jika Trump dan (mantan menteri luar negeri Mike) Pompeo tidak diadili di pengadilan yang adil atas tindak pidana pembunuhan Jenderal Soleimani, umat Islam akan membalas dendam sebagai martir kami," kata Raisi dalam pidatonya, Senin (3/1/2022).
"Agresor, pembunuh dan pelaku utama - presiden Amerika Serikat saat itu - harus diadili dan diadili di bawah hukum pembalasan (Islam), dan keputusan Tuhan harus dilakukan terhadapnya," tambah Raisi.
Berdasarkan hukum Iran, seorang pembunuh akan dieksekusi.
Namun hukuman itu bisa batal jika keluarga korban setuju dengan "uang darah" melalui rekonsiliasi.
Pejabat kehakiman Iran telah berkomunikasi dengan pihak berwenang di sembilan negara setelah mengidentifikasi 127 tersangka dalam kasus tersebut, termasuk 74 warga negara AS, jelas Jaksa Agung Mohammad Jafar Montazeri di televisi pemerintah.
"Mantan presiden kriminal (Trump) ada di daftar teratas," katanya.
Pada Minggu (2/1/2022), Iran menyurati Dewan Keamanan PBB untuk mendesaknya meminta pertanggungjawaban Amerika Serikat dan Israel.
Teheran menganggap kedua negara itu terlibat dalam pembunuhan Soleimani, lapor media Iran.
Diketahui beberapa hari setelah pembunuhan, Amerika Serikat mengatakan kepada PBB bahwa serangan tersebut dilakukan untuk membela diri.
Jaksa Agung AS saat itu, William Barr, mengatakan Trump memiliki wewenang untuk membunuh Soleimani dan jenderal itu adalah "target militer yang sah".
Adapun acara peringatan kematian Soleimani di Baghdad, Irak berlangsung ramai.
Ratusan pendukung milisi yang didukung Iran berkumpul di Bandara Internasional Baghdad pada Minggu (2/1/2022).
Mereka meneriakkan slogan-slogan anti-Amerika.
Sehari setelahnya, dua drone bersenjata ditembak jatuh ketika mendekati pangkalan militer Irak yang menampung pasukan AS di dekat Bandara Baghdad pada Senin (3/1/2022), lapor sumber keamanan Irak.
Di sisi lain, pada Minggu malam, gerakan Houthi Yaman yang bersekutu dengan Iran menyita sebuah kapal kargo berbendera Uni Emirat Arab yang dikatakan terlibat dalam "tindakan permusuhan", tetapi menurut Saudi itu membawa peralatan rumah sakit.
Sementara itu di Israel, surat kabar Jerusalem Post mengatakan situs webnya telah diretas pada Senin (3/1/2022).
Baca juga: Terdeteksi di Israel, Apakah Florona Varian Baru Covid-19? Ini Gejala dan Cara Pencegahannya
Baca juga: Israel Serang Hamas, Sehari Setelah Roket Diluncurkan dari Gaza
Menurut media itu, peretasan tersebut merupakan ancaman nyata bagi Israel.
Adapun situs web Jerussalem Post diketahui menampilkan ilustrasi yang melambangkan sosok Soleimani di halaman utamanya.
Ilustrasi itu menunjukkan sebuah benda berbentuk peluru yang keluar dari cincin merah yang dikenakan di jari.
Cincin yang ada pada gambar itu merupakan aksesoris yang lekat dengan sosok Soleimani.
Diketahui, tubuh Soleimani berhasil diidentifikasi dari cincin yang ia gunakan ketika kejadian.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)