Mengaku Tak Miliki Pengaruh Membuat Kebijakan, Presiden Armenia Armen Sarkissian Mundur
Presiden Armenia Armen Sarkissian mengundurkan diri karena tidak mempunyai pengaruh untuk membuat kebijakan saat krisis nasional
Editor: hasanah samhudi
TRIBUNNEWS.COM - Presiden Armenia Armen Sarkissian mengundurkan diri dengan alasan ketidakmampuan kantornya untuk mempengaruhi kebijakan selama masa krisis nasional.
“Ini bukan keputusan yang didorong secara emosional dan ini berasal dari logika tertentu,” kata Sarkissian pada Minggu (23/1/2022) dalam sebuah pernyataan di situs resminya.
"Presiden tidak memiliki perangkat yang diperlukan untuk mempengaruhi pengambilan kebijakan dalam negeri dan luar negeri di masa-masa sulit bagi rakyat dan negara," katanya, seperti dilansir dari Al Jazeera.
“Saya berharap pada akhirnya perubahan konstitusi dapat dilaksanakan dan presiden dan pemerintahan presiden berikutnya dapat beroperasi dalam lingkungan yang lebih seimbang,” tambahnya.
Sarkissian yang menjadi presiden sejak 2018 berada di pusat krisis politik domestik tahun lalu.
Baca juga: Azerbaijan Penjarakan 13 Personel Militer Armenia Selama 6 Tahun
Baca juga: Biden-Erdogan Bertemu Pertama Kali Pasca Deklarasi Genosida Armenia, Saling Senyum dan Salam Siku
Krisis ini muncul pada awal perang antara Armenia dan rival lama Azerbaijan untuk menguasai wilayah Nagorno-Karabakh.
Sarkissian terlibat dalam perselisihan dengan Perdana Menteri Nikol Pashinyan tahun lalu atas.
Pemecatan kepala angkatan bersenjata setelah perang dan di tengah protes yang membuat ribuan orang turun ke jalan-jalan adalah contoh perselisihan mereka.
Setelah referendum pada Desember 2015, Armenia menjadi republik parlementer.
Kekuasaan presiden dikurangi secara signifikan, yang berarti bahwa peran perdana menteri dipandang lebih kuat.
Baca juga: Joe Biden Resmi Menyatakan Pembantaian Armenia 1915 sebagai Genosida, Turki Tidak Terima
Baca juga: Apa itu Genosida Armenia? Berikut Riwayat Singkat Sejarahnya
Namun pernyataan presiden tidak merujuk langsung pada peristiwa atau masalah tertentu.
Nagorno-Karabakh
Armenia menyetujui gencatan senjata dengan Azerbaijan di perbatasan mereka November lalu.
Itu dilakukan setelah Rusia mendesak mereka untuk mundur dari konfrontasi menyusul bentrokan paling mematikan sejak perang enam minggu pada tahun 2020 ketika Moskow juga menengahi kesepakatan damai untuk mengakhiri permusuhan.
Saat itu, Sarkissian mengkritik fakta bahwa dia tidak diikutsertakan dalam negosiasi.
Baca juga: PM Armenia Peringatkan Adanya Upaya Kudeta setelah Militer Minta Pengunduran Dirinya
Baca juga: Ribuan Pengunjuk Rasa Desak PM Armenia Nikol Pashinyan Mundur dari Jabatannya
Perdana Menteri Pashinyan sejak itu berada di bawah tekanan.
Protes jalanan reguler menuntut dia mundur karena persyaratan perjanjian damai.
Di bawah kesepakatan 2020 yang ditengahi oleh Rusia, Azerbaijan mendapatkan kembali kendali atas wilayah yang telah hilang selama perang di awal 1990-an.
Armenia memisahkan diri dari Uni Soviet pada tahun 1991 tetapi tetap bergantung pada Rusia untuk bantuan dan investasi.
Armenia berjuang memperbaiki perekonomiannya sejak runtuhnya Soviet.
Baca juga: Pasca Gencatan Senjata Nagarno-Karabakh, Menteri Pertahanan Armenia Mengajukan Pengunduran Diri
Baca juga: Konflik di Nagarno-Karabakh Masih Berlanjut, Azerbaijan Klaim Armenia Langgar Gencatan Senjata
Dana yang dikirim pulang oleh orang-orang Armenia di luar negeri telah membantu pembangunan sekolah, gereja, dan proyek infrastruktur lainnya, termasuk di Nagorno-Karabakh.
Banyak warga Armenia menuduh pemerintah melakukan korupsi dan salah menangani ekonomi yang telah berjuang untuk mengatasi warisan perencanaan pusat. (Tribunnews.com/Aljazeera/Hasanah Samhudi)