Mengenal NATO, Organisasi yang Dianggap Ancaman Besar bagi Rusia Sehingga Ancam akan Serbu Ukraina
Serangan bersenjata terhadap negara anggota NATO di Eropa atau Amerika Utara akan dianggap sebagai serangan terhadap semua anggota.
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, MOSKOW - Presiden Rusia Vladimir Putin mengancam, jika Ukraina bergabung dengan NATO, hal itu bisa memicu perang antara Rusia dan aliansi.
Melansir Business Insider, meski saat ini Ukraina ingin bergabung dengan NATO, namun aliansi tersebut tidak terburu-buru untuk menerimanya sebagai anggota.
Putin melihat bahwa Kyiv, ibu kota Ukraina, akan berusaha menggunakan kekuatan untuk mendapatkan kembali kendali atas Krimea, yang dicaplok Rusia pada 2014, jika Ukraina menjadi anggota NATO.
"Bayangkan bahwa Ukraina menjadi anggota NATO dan meluncurkan operasi militer itu," kata Putin saat konferensi pers di Kremlin dengan Perdana Menteri Hongaria Viktor Orbán, belum lama ini.
Baca juga: Rusia Tidak Ingin Ukraina Bergabung dengan NATO, Ini Alasannya
Dia menambahkan: "Haruskah kita melawan NATO? Apakah ada yang memikirkannya?"
Apa Itu NATO?
NATO adalah singkatan dari North Atlantic Treaty Organization.
NATO merupakan aliansi militer yang dibentuk oleh Pakta Atlantik Utara (juga disebut Pakta Washington) pada tanggal 4 April 1949.
Pada awal berdirinya, NATO memiliki 12 anggota, termasuk Amerika Serikat (AS), Kanada, Inggris, dan Prancis.
Anggota NATO setuju untuk saling membantu jika terjadi serangan bersenjata terhadap salah satu negara anggota.
Lantas, apa tujuan NATO?
Tujuan awal NATO adalah untuk melawan ancaman ekspansi Soviet di Eropa setelah Perang Dunia II.
Dikutip dari BBC, pada tahun 1955 Soviet Rusia menanggapi NATO dengan menciptakan aliansi militernya sendiri dari negara-negara komunis Eropa Timur, yang disebut Pakta Warsawa.
Menyusul runtuhnya Uni Soviet pada tahun 1991, sejumlah negara bekas Pakta Warsawa menjadi anggota NATO.
Aliansi sekarang memiliki 30 anggota.
Dikutip dari laman resminya, NATO berkomitmen untuk penyelesaian sengketa secara damai.
Jika upaya diplomatik gagal, NATO memiliki kekuatan militer untuk melakukan operasi manajemen krisis.
Ini dilakukan di bawah klausul pertahanan kolektif perjanjian pendiri NATO Pasal 5 Perjanjian Washington atau di bawah mandat PBB, sendiri atau bekerja sama dengan negara lain dan organisasi internasional.
Sebagai informasi, Negara anggota NATO sepakat untuk bertindak sebagai aliansi keamanan kolektif, artinya menjamin keamanan dan pertahanan bersama melalui sarana militer dan politik, jika salah satu negara anggotanya mendapat ancaman dari luar.
Prinsip ini tercantum dalam pasal 5 piagam NATO tentang klausul pertahanan kolektif.
Disebutkan "Para pihak setuju bahwa serangan bersenjata terhadap satu atau lebih dari anggotanya di Eropa atau Amerika Utara akan dianggap sebagai serangan terhadap semua anggota."
Setiap anggota akan membantu pihak yang diserang dan bersama-sama membentuk "pertahanan kolektif" dan mengambil tindakan-tindakan yang dianggap perlu, termasuk penggunaan angkatan bersenjata, "untuk memulihkan dan menjaga keamanan di wilayah Atlantik Utara."
Kenapa Rusia tidak gabung NATO?
NATO yang beranggotakan 30 negara juga mengeklaim, terus berupaya membangun hubungan yang konstruktif dengan Rusia, tetapi akan bergantung pada tindakan Moskwa terhadap hukum internasional dan komitmen internasional.
Baca juga: Negara Mana Saja yang Memasok Senjata ke Ukraina?
Lantas, kenapa Rusia tidak masuk NATO sampai sekarang? Berikut sejumlah analisanya seperti dikutip dari Kompas.com
Kendali atas angkatan bersenjata
NATO mewajibkan negara-negara anggotanya memiliki kendali sipil dan demokratis atas angkatan bersenjata mereka. Ini adalah prinsip dasar yang memungkinkan integrasi militer dan interoperabilitas antar-anggota.
Meskipun anggota NATO sistem politiknya berbeda-beda, seperti republik presidensial dan parlementer, mereka semua anggaran pertahanannya transparan dan memiliki pengawasan publik serta legislatif atas urusan militer masing-masing.
Itu termasuk penyelidikan independen terhadap pelanggaran militer, kontrol parlemen tentang alokasi dana untuk program senjata, dan kemampuan mengirim pasukan untuk berperang dalam operasi militer asing.
Namun, di Rusia kontrol sipil atas militer menyalahi prinsip-prinsip dasar struktur kekuasaan vertikal Presiden Vladimir Putin, yang menyatukan ketiga cabang kekuasaan menjadi satu cabang eksekutif besar.
Setiap kekuatan otokratis tidak mengizinkan akuntabilitas publik di semua bidang pemerintahan termasuk untuk angkatan bersenjata.
Baca juga: Serangan Siber Menghantam Web Pemerintah, Dua Bank, dan Angkatan Bersenjata Ukraina
Alasan lain kenapa Rusia tidak ikut NATO adalah menolak syarat transparansi dalam urusan militer.
Rusia sangat sensitif tentang berbagi rahasia militernya dengan NATO, terutama soal kekuatan nuklirnya, meski hal-hal yang dirahasiakan itu sudah menyebar di Barat.
Rusia butuh NATO sebagai "musuh"
NATO dilihat oleh kekuatan konservatif dan nasionalis yang mendominasi pembentukan pertahanan dan keamanan sebagai aliansi yang secara inheren anti-Rusia.
Menurut Moscow Times, target sebenarnya dari NATO tetap Rusia, sama seperti saat Perang Dingin.
Utusan Rusia untuk NATO Dmitry Rogozin pada Maret 2021 menulis di Twitter, NATO terus mengembangkan strategi dan rencana militer untuk melawan Moskwa.
Kekhawatiran itu lalu ditanggapi Rusia dengan memasukkan NATO sebagai bahaya negara nomor satu.