Presiden Rusia Vladimir Putin Marah Besar karena Amerika dan Sekutu Anggota NATO Kerap Berkhianat
Presiden Rusia Vladimir Putin merasa dikhianati Barat yang memperluas keanggotaan NATO ke timur. Barat melanggar perjanjian atau jaminan kepada Soviet
Editor: Domu D. Ambarita
Oleh karena itu, NATO harus mengesampingkan ‘ekspansi’ ke arah timur, yaitu memindahkannya lebih dekat ke perbatasan Soviet. Janji tersebut terus disampaikan Barat pada tahun 1991.
Barat memang telah berjanji pada Rusia. Akan tetapi, jaminan itu hanyalah lisan, tidak ada jaminan tertulis tentang batas-batas ekspansi NATO.
Pada Maret 1991, John Major, misalnya, ditanya oleh menteri pertahanan Soviet, Marsekal Dmitry Yazov, tentang minat Eropa timur untuk bergabung dengan NATO.
Major, menurut buku harian duta besar Inggris untuk Moskow, Rodric Braithwaite, meyakinkannya bahwa "hal seperti itu tidak akan pernah terjadi”. (The Guardian, 12 Januari 2022).
Karena itu, sekarang ini Putin merasa telah dikhianati NATO. Sebab, kenyataanya setelah penyatuan Jerman, 14 negara yang sebelumnya ada di bawah “sayap-sayap” Rusia, bergabung dengan NATO.
Semua langkah NATO itu secara umum ditafsirkan Moskwa sebagai ancaman terhadap Rusia, yang benar-benar terkepung. Bukan hanya Putin yang merasa dikhianati.
Tahun 1993, Boris Yeltsin kepada Bill Clinton sudah mengatakan hal yang sama. Dalam suratnya kepada Clinton, Yeltsin menyatakan, perluasan lebih lanjut NATO ke arah timur melanggar semangat perjanjian 1990.
Tetapi, menurut sejarawan Mary Elise Sarotte, dalam bukunya Not One Inch: America, Russia, and the Making of the Cold War Stalemate, tuduhan pengkhiatan itu secara teknis tidak benar, tetapi memeliki kebenaran psikologis.
Sekarang, tidak ada pilihan lain bagi Rusia kecuali masuk ke Ukraina—yang diberi jalan oleh pernyataan merdeka Donetsk dan Luhansk yang pro-Rusia—untuk mencegah Ukraina jatuh ke Barat.
Rusia, menginginkan agar Ukraina tetap ada di bawah kekuasaannya, di bawah sphere of influence-nya atau sekurang-kurangnya menjadi negara netral.
Sebagai catatan terakhir menarik pendapat Andrei P. Tsygankov (2018), di mata Rusia, ofensif militer NATO itu digunakan untuk tujuan yang lebih besar, yakni membongkar rezim politik dan sistem nilai Rusia.
Peradaban Barat berpusat pada sistem politik kompetitif dan individualisme; sedangkan Rusia dan masyarakat non-Barat terus bergantung pada otoritas eksekutif yang sangat terkonsentrasi. Dengan demikian, posisi Putin menjadi sasaran. (*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Sebelum Pintu Ditutup" https://www.kompas.com/global/read/2022/02/26/061000870/sebelum-pintu-ditutup?page=all#page2.