Batalion Belarusia Disebut Bersumpah akan Berjuang untuk Ukraina dan Gagalkan Blokade Rusia
Batalion sukarelawan Belarusia bersumpah untuk membantu pasukan Ukraina membebaskan orang-orang di Kota Mariupol dari pengepungan pasukan Rusia.
Penulis: Ika Nur Cahyani
Editor: Nuryanti
TRIBUNNEWS.COM - Batalion tentara Belarusia disebut bersumpah untuk membantu pasukan Ukraina membebaskan orang-orang di Kota Mariupol dari pengepungan pasukan Rusia.
Dilansir Express, deklarasi batalion sukarelawan pasukan Belarusia itu terekam dalam sebuah video.
Sambil memegang senjata, mereka menyatakan dukungan untuk Ukraina dan berjanji akan menggagalkan blokade pasukan Rusia di Mariupol.
Diketahui, Belarus merupakan salah satu sekutu dekat Moskow yang telah mengerahkan militernya untuk membantu invasi di Ukraina.
Baca juga: 3 Bank Belarus Terputus dari Sistem Pembayaran SWIFT
Baca juga: Ditangkap Ukraina, Tentara Rusia Akui Ribuan Rekan-rekannya Tewas di Medan Perang
"Sudah tiga minggu, seluruh Ukraina memerangi penjajah Rusia," kata sejumlah tentara dalam video itu.
"Situasi yang paling sulit adalah di dekat Mariupol, yang dikelilingi. Rusia melakukan genosida sejati di sana."
"Mereka ingin menghapus Mariupol dari muka bumi. Mariupol harus diblokade. Seluruh komunitas dunia harus berbicara hari ini tentang Mariupol," ujar mereka.
"Kami akan memberikan dukungan kepada semua penduduk Mariupol dan akan berusaha membantu Ukraina untuk membuka blokade Mariupol," tambahnya.
Pasukan itu kemudian bernyanyi bersama: "Kemuliaan bagi Ukraina. Kemuliaan bagi para pahlawan. Hidup Belarusia."
Outlet berita Belarusia, Nexta, mengunggah video ini pada Jumat (18/3/2022) lalu di Twitternya.
"Batalyon Sukarelawan Belarusia yang dinamai Kastus Kalinovsky akan datang untuk membantu Angkatan Bersenjata Ukraina dalam memecahkan blokade Mariupol."
"Banyak orang Belarusia bertempur di pihak Angkatan Bersenjata Ukraina, dan aliran sukarelawan tidak berhenti tumbuh," bunyi keterangan dalam postingan itu.
Menurut laporan Express, pasukan Belarusia yang secara sukarela melawan pasukan Rusia kemungkinan akan dihukum sekembalinya ke negara mereka.
Upaya untuk membebaskan Mariupol dari pemboman Rusia dilakukan ketika sekitar 300.000 orang masih terjebak di dalam kota.
Pasukan Rusia telah mengepung kota itu, mengakibatkan aliran listrik, air, dan gas terputus.
Serangan menghantam rumah sakit, gereja, dan blok apartemen.
Pejabat setempat memperkirakan sekitar 80 persen bangunan tempat tinggal di kota itu rusak atau hancur, sepertiga di antaranya tidak dapat diperbaiki.
Pejabat Ukraina Menolak Meninggalkan Mariupol
Pejabat Ukraina dengan tegas menolak permintaan Rusia untuk meletakkan senjata dan mengibarkan bendera putih pada Senin (21/3/2022).
Permintaan ini diajukan Rusia untuk menjamin warga Mariupol bisa keluar dari kota dengan aman.
Dilansir AP News, pertempuran di kota pelabuhan ini semakin intens.
Pasukan Putin terus melancarkan serangan yang menghantam sekolah berisi 400 orang.
Serangan ini terjadi beberapa jam sebelum Rusia menawarkan jalan keluar yang aman, dengan imbalan menyerahkan kota.
Pejabat Ukraina menolak proposal itu, bahkan sebelum batas waktu untuk menanggapi yakni pukul 5 pagi waktu Moskow.
Baca juga: Rusia Kehilangan Enam Jenderal Militer selama Perang Ukraina, Mantan Bos CIA: Ini Sangat Tidak Biasa
Baca juga: Biden Mendekat ke Tetangga Ukraina Jumat Nanti, Apa Rencananya?
"Tidak ada pembicaraan tentang penyerahan, peletakan senjata," kata Wakil Perdana Menteri Ukraina, Irina Vereshchuk kepada outlet berita lokal.
"Kami telah memberi tahu pihak Rusia tentang ini," jelasnya.
Wali kota Mariupol, Piotr Andryushchenko juga menolak tawaran tersebut dan mengatakan di Facebook-nya bahwa ia tidak perlu menunggu sampai batas waktu untuk menanggapi.
Kolonel Jenderal Rusia, Mikhail Mizintsev sebelumnya menawarkan dua koridor, satu menuju ke timur menuju Rusia dan yang lainnya ke barat ke bagian lain dari Ukraina.
Dia tidak mengatakan apa yang direncanakan Rusia jika tawaran itu ditolak.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)