Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Invasi Rusia ke Ukraina Ganggu Pasokan Gandum, Wilayah Timur Tengah Dibayangi Krisis Pangan

adanya pembatalan ekspor akibat invasi, telah memicu lonjakan harga pada sejumlah komoditas kebutuhan pokok.

Penulis: Namira Yunia Lestanti
Editor: Sanusi
zoom-in Invasi Rusia ke Ukraina Ganggu Pasokan Gandum, Wilayah Timur Tengah Dibayangi Krisis Pangan
Shutterstock
Ilustrasi: Memanasnya konflik antara Rusia dan Ukraina tak hanya memberikan efek negatif bagi kedua negara tersebut. Namun juga berdampak besar bagi kelangsungan hidup masyarakat di wilayah Timur Tengah. Hal tersebut terjadi lantaran Rusia dan Ukraina adalah dua produsen dan pengekspor komoditas pertanian terpenting di dunia, terutama untuk menyuplai kebutuhan tanaman sereal dan gandum. 

Memuncaknya konflik antara Ukraina dan Rusia, membuat AS dan Uni Eropa melayangkan sanksi ekonomi ke negara pimpinan Vladimir Putin. Membalas aksi tersebut, Putin berencana untuk menghentikan pasokan gas alam dari Rusia sebagai pembalasan atas sanksi yang dilayangkan Barat.

Jika hal ini terjadi, tentunya mengancam persediaan gas alam di beberapa negara Eropa. Mengingat Rusia merupakan salah satu penyuplai gas alam terbesar di Eropa, dengan memasok sekitar 40 persen gas per tahun.

Mengantisipasi adanya kelangkaan impor gas, Jerman berupaya mencari alternatif lain, dengan memanfaatkan sumber daya batu bara miliknya untuk memasok kebutuhan listrik di negaranya. Meskipun hal ini bertentangan dengan visi Jerman, yang ingin mengurangi penggunaan karbon dalam kehidupan bermasyarakat.

Baca juga: Picu Spekulasi, Seragam Antariksawan Rusia Mirip dengan Warna Bendera Ukraina

“Dalam jangka pendek mungkin sebagai tindakan pencegahan dan untuk bersiap menghadapi kemungkinan terburuk, kita harus menjaga pembangkit listrik tenaga batu bara dalam keadaan siaga dan bahkan mungkin membiarkannya beroperasi," kata Habeck

Sebagai informasi penggunaan batu bara sebagai pembangkit listrik berpotensi besar merusak lingkungan hal ini terjadi karena pembakaran tersebut dapat menghasilkan gas SO2 dan NO2 .

Jika kedua gas tersebut bercampur dengan uap air di udara, dikhawatirkan dapat memicu munculnya asam belerang dan asam nitrat. Nantinya asam yang menguap membentuk awan akan jatuh ke tanah bersama air hujan sebagai hujan asam.

Baca juga: Asosiasi Senjata AS Mengaku Jadi Target Serangan Peretas asal Rusia

Hal inilah yang dikhawatirkan Jerman apabila negaranya, menggunakan kembali batu bara sebagai pembangkit listrik. Meski tidak memberikan pengaruh langsung kepada manusia, namun hujan asam berpotensi besar merusak kehidupan lingkungan sekitar.

Berita Rekomendasi

Awalnya pemerintah Jerman telah berencana menutup pembangkit listrik tenaga nuklirnya pada akhir 2022 serta menghapus penggunaan pembangkit listrik tenaga batu bara secara bertahap pada tahun 2030. Namun karena dipaksa keadaan, pemerintah Jerman kembali mempertahankan penggunaan nuklir dan pembangkit listrik tenaga batu bara.

Meski nantinya Jerman akan berpaling menggunakan batu bara, namun pemerintah berjanji pihaknya akan berupaya penuh mengelola limbah pembakaran tersebut agar tidak terlalu berisiko merusak lingkungan.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas