Invasi Rusia ke Ukraina Ganggu Pasokan Gandum, Wilayah Timur Tengah Dibayangi Krisis Pangan
adanya pembatalan ekspor akibat invasi, telah memicu lonjakan harga pada sejumlah komoditas kebutuhan pokok.
Penulis: Namira Yunia Lestanti
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Namira Yunia Lestanti
TRIBUNNEWS.COM, BEIRUT – Memanasnya konflik antara Rusia dan Ukraina tak hanya memberikan efek negatif bagi kedua negara tersebut. Namun juga berdampak besar bagi kelangsungan hidup masyarakat di wilayah Timur Tengah.
Hal tersebut terjadi lantaran Rusia dan Ukraina adalah dua produsen dan pengekspor komoditas pertanian terpenting di dunia, terutama untuk menyuplai kebutuhan tanaman sereal dan gandum.
Tercatat beberapa wilayah timur tengah seperti Libya mengimpor sebanyak 40 persen gandum dari Rusia dan Ukraina, disusul Mesir sebanyak 80 juta gandum, dan Suriah yang mengimpor 1 juta metrik ton gandum pada 2022.
Baca juga: Israel Mediasi Rusia dan Ukraina, Zelensky Sarankan Negosiasi Diadakan di Yerusalem
Bahkan dalam lima tahun terakhir, Rusia dan Ukraina menyumbang 19 persen dari produksi jelai global, dimana Ukraina menjadi eksportir nomor dua sementara Rusia berada di urutan ketiga dunia.
Namun adanya pembatalan ekspor akibat invasi, telah memicu lonjakan harga pada sejumlah komoditas kebutuhan pokok. Bahkan lonjakan ini telah membuat masyarakat di Timur Tengah terancam alami krisis pangan.
"Baik Ukraina dan Rusia memimpin pengekspor produk pertanian ke banyak negara Timur Tengah dan gangguan terkait perang telah memperburuk harga pangan yang sudah naik dan memperdalam kemiskinan," ujar Lama Fakih, direktur eksekutif Timur Tengah dan Afrika Utara di Human Rights Watch.
Baca juga: Jika Perundingan Damai Ukraina dan Rusia Gagal, Zelensky Ingatkan Perang Dunia III Bakal Terjadi
Ancaman ini tentunya melawan hukum hak asasi manusia internasional dimana setiap orang berhak untuk mengakses makanan yang cukup serta memadai untuk hidup sehat dan aktif.
Melansir data dari Human Rights Watch (HRW) yang dikutip CNN Internasional. Sebelum meledaknya konflik ini, sepanjang tahun 2021 kemarin harga pangan global sudah naik lebih dari 30 persen. Namun setelah konflik ini meledak, semakin mendorong harga untuk mencapai level tertinggi sejak inflasi di tahun 1974.
“Invasi Rusia ke Ukraina telah memperburuk krisis pangan yang menyebabkan 10 juta orang di kawasan Timur Tengah kehilangan kemampuan mereka untuk mendapatkan makanan yang cukup pada tahun 2022 saja,” kata Sarah Saadoun, peneliti senior di Human Rights Watch yang berfokus pada kemiskinan dan ketidaksamaan.
Sarah menambah demi mengantisipasi adanya kelaparan akibat krisis ini, pemerintah di masing – masing negara harus melakukan segala daya mereka untuk melindungi hak rakyat atas pangan.
Hal ini bisa dilakukan dengan memberikan beberapa suntikan subsidi untuk memenuhi kebutuhan pokok masyarakat, atau dengan mengendalikan harga – harga yang beredar di pasaran wilayahnya.
Meski cara tersebut tak sepenuhnya dapat mengurangi dampak krisis pangan namun setidaknya dengan upaya diatas dapat mengurangi laju krisis yang terjadi di beberapa wilayah terdampak seperti Timur Tengah.
Balas Sanksi Ekonomi, Rusia Stop Pasok Gas Alam ke Uni Eropa, Prancis Bersiap Hadapi Masa Sulit