Ramadan Ini, Muslim Di Italia Sumbangkan Zakat untuk Konflik Ukraina
Masyarakat muslim di provinsi Pordenone Italia telah memutuskan untuk menyumbangkan zakat sedekah pada Ramadan kali ini kepada orang-orang yang paling
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, ROMA - Masyarakat muslim di provinsi Pordenone Italia telah memutuskan untuk menyumbangkan zakat sedekah pada Ramadan kali ini kepada orang-orang yang paling terkena dampak konflik di Ukraina.
Dikutip dari laman Arab News, Selasa (5/4/2022), seorang perwakilan dari komunitas Maroko di provinsi tersebut, yang telah menerima pengungsi dari Ukraina dalam beberapa pekan terakhir, Mustafa Nadif mengatakan bahwa inisiatif tersebut bertujuan untuk memberikan 'tanda nyata solidaritas terhadap mereka yang menderita'.
"Ini bentuk solidaritas dan kedekatan kami untuk semua yang menderita perang atau konflik yang terlupakan, terutama selama periode suci bagi umat Islam di seluruh dunia ini," kata Nadif.
Sementara itu setelah bertemu dengan Uskup Agung Katolik Roma Kardinal Bologna Matteo Zuppi, Presiden Persatuan Komunitas Islam Italia, Yassine Lafram menyampaikan bahwa komunitasnya turut mendoakan mereka yang menjadi korban kekejaman perang.
Baca juga: Kisah Muslim Ukraina Berpuasa di Tengah Perang: Saya dan Istri Puasa Air agar Anak Saya Bisa Makan
"Doa komunitas Islam tidak hanya untuk Ukraina, namun juga untuk semua perang dunia yang terlupakan. Kami akan berdoa untuk orang-orang yang terbunuh, terluka, untuk orang-orang tertindas yang dirampas kebebasannya," tegas Lafram.
Di sisi lain, Matteo Zuppi yang dianggap sebagai salah satu tokoh Katolik paling berpengaruh dalam dialog antaragama dengan komunitas Muslim di Italia, mengungkapkan harapan terbaiknya untuk momen Ramadan kali ini.
"Harapan terbaik untuk Ramadan suci bagi semua saudara Muslim kita adalah semoga puasa kalian benar-benar menjadi tanda partisipasi kami dalam mengurangi penderitaan saudara-saudara kita yang dilanda perang, di Ukraina serta di banyak bagian dunia, dalam apa yang disebut 'perang yang terlupakan'," kata Zuppi.