AS Ingin Melihat Rusia Melemah, Gelontorkan Bantuan Militer Rp4,8 Triliun untuk Ukraina
AS, lewat Menteri Pertahanannya, Lloyd Austin, mengatakan ingin melihat Rusia melemah.
Penulis: Pravitri Retno Widyastuti
Editor: Nuryanti
Namun, dia mengatakan dirinya masih percaya perang akan berakhir dengan apa yang RIA Novosti gambarkan sebagai “penandatanganan dokumen diplomatik.”
Rusia Deportasi Warga Mariupol secara Paksa
Pejabat Ukraina mengklaim pada Sabtu, Rusia telah secara paksa mendeportasi warga Mariupol ke Primorsky Krai, di wilayah Timur Jauh Rusia.
"Rusia mengirim warga Ukraina dari Mariupol ke Primorsky Krai secara paksa - 8.000 kilometer dari tanah air," kata Lyudmyla Denisova, Komisaris Parlemen Ukraina untuk Hak Asasi Manusia, dalam sebuah posting Telegram, mengutip CNN.
Menurut Denisova, para sukarelawan memberitahunya bahwa sebuah kereta api tiba di kota Nakhodka pada 21 April dengan 308 warga Ukraina dari Mariupol, termasuk ibu-ibu dengan anak kecil, penyandang disabilitas, dan pelajar.
Ia juga menyertakan foto-foto yang menunjukkan kedatangan warga Ukraina di stasiun kereta api di unggahan Telegram-nya.
Petro Andriushchenko, seorang penasihat wali kota Mariupol, juga mengklaim pada 21 April, "Rusia membawa 308 penduduk Mariupol yang dideportasi ke Vladivostok."
Baca juga: Rusia Disebut Kerahkan Peluncur Rudal Iskander-M di Perbatasan Ukraina
Baca juga: 5 Negara dengan Pengeluaran Militer Terbesar di Dunia Tahun 2021, Ada Rusia hingga India
Pos telegram resmi Wali Kota Mariopul menyebutkan 90 dari 308 warga yang dideportasi adalah anak-anak.
"Orang-orang diakomodasi di sekolah dan asrama. Kemudian direncanakan untuk mengirim mereka ke berbagai pemukiman Primorsky Krai," tulis unggahan Telegram wali kota.
Foto dan video yang dipublikasikan di portal berita lokal Rusia di Vladivostok, vl.com, juga menunjukkan pengungsi dari Mariupol tiba dengan kereta api.
Denisova juga mengklaim penduduk Mariupol dikirim menggunakan bus ke akomodasi sementara di kota Wrangel dan diharapkan menerima dokumen baru yang memungkinkan mereka bekerja di Rusia.
"Negara pendudukan Rusia sangat melanggar ketentuan Pasal 49 Konvensi Jenewa relatif terhadap Perlindungan Orang Sipil di Masa Perang, yang melarang relokasi paksa atau deportasi orang dari wilayah pendudukan," tambah Denisova dalam posting Telegram-nya.
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W)