Was-was Ancaman Moskow, Finlandia Berencana Bangun Penghalang di Perbatasan Rusia
Finlandia berencana mengubah undang-undang perbatasan untuk bisa membangun penghalang di perbatasannya dengan Rusia.
Penulis: Ika Nur Cahyani
Editor: Daryono
TRIBUNNEWS.COM - Finlandia berencana mengubah undang-undang perbatasan untuk bisa membangun penghalang di perbatasannya dengan Rusia.
Hal ini diumumkan pemerintah Helsinki pada Kamis (9/6/2022), dalam rangka bersiap dengan ancaman di tengah invasi Rusia ke Ukraina.
Negara yang mengajukan keanggotaan NATO ini memiliki sejarah perang dengan Rusia.
Dilansir Reuters, saat ini, zona perbatasan kedua negara tertutup hutan dan hanya ditandai dengan penanda dan garis plastik.
Namun tanda tersebut tidak mencakup 1.300 km keseluruhan panjang perbatasan dengan Rusia.
Baca juga: Turki Tegaskan Syarat Ini jika Finlandia-Swedia Ingin Diterima Gabung NATO
Baca juga: Rusia Tak Main-main Dengan Senjata HIMARS Kiriman AS, Kembali Ancam Ukraina Dengan Pernyataan Ini
Pemerintah Finlandia ingin memperkuat keamanan karena khawatir Rusia akan menekannya dengan mengirim pencari suaka ke perbatasan.
Seperti halnya yang dilakukan Uni Eropa kepada Belarusia pada akhir tahun lalu, ketika ratusan migran dari Timur Tengah, Afghanistan, dan Afrika terjebak di perbatasan Polandia.
Amandemen pemerintah terhadap undang-undang termasuk proposal untuk memungkinkan pemusatan penerimaan aplikasi suaka hanya pada titik masuk tertentu.
Di bawah aturan UE, para migran memiliki hak untuk meminta suaka di setiap titik masuk tertentu ke negara anggota UE.
Amandemen tersebut juga akan memungkinkan pembangunan penghalang seperti pagar, serta jalan baru untuk memfasilitasi patroli perbatasan di sisi Finlandia.
"Nantinya, pemerintah akan memutuskan pembatas perbatasan ke zona kritis di perbatasan timur, berdasarkan penilaian Penjaga Perbatasan Finlandia," kata Menteri Dalam Negeri, Krista Mikkonen, dalam sebuah pernyataan.
Kapan Operasi Militer Rusia Berakhir?
Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, menerangkan bahwa operasi militer khusus di Ukraina akan berakhir di saat tujuan sudah tercapai.
"Presiden Rusia (Vladimir) Putin telah menguraikan tugas-tugas untuk operasi militer khusus ini. Pemenuhan tugas-tugas ini berarti akhir dari operasi militer khusus," kata Peskov, Kamis (9/6/2022), lapor TASS.
Dalam kesempatan itu, Peskov bungkam soal pernyataan bahwa hasil operasi khusus tidak dapat dicapai di bawah rezim Ukraina saat ini.
Putin, ketika mengumumkan dimulainya operasi khusus militer di Ukraina pada 24 Februari, menetapkan beberapa tujuan.
Diantaranya adalah denazifikasi dan demiliterisasi negara.
Update Konflik Rusia-Ukraina
Perang antara pasukan Rusia dan Ukraina memasuki hari ke 107, pada Jumat (10/6/2022).
Berikut beberapa peristiwa yang terjadi, dilansir Guardian:
- Presiden Rusia Vladimir Putin memberikan penghormatan kepada Tsar Peter the Great, menggambarkan upaya bersejarah untuk memenangkan kembali tanah Rusia.
- Pasukan Ukraina mengklaim telah maju dalam pertempuran jalanan yang sengit di Sievierodonetsk, tetapi mengaku satu-satunya harapan untuk membalikkan keadaan adalah dengan lebih banyak artileri agar bisa mengimbangi senjata besar Rusia.
- Serhiy Haidai, Gubernur Luhansk Ukraina, mengatakan bahwa pasukannya dapat "membersihkan Sievierodonetsk dalam dua atau tiga hari" jika Barat memasok senjata canggih.
- Dua warga Inggris dan seorang warga Maroko yang ditangkap saat berperang untuk Ukraina di Mariupol, telah dijatuhi hukuman mati oleh pejabat pro-Rusia.
Pengadilan di wilayah Ukraina timur yang dikuasai Rusia itu menghukum Aiden Aslin (28), Shaun Pinner (48), dan Saaudun Brahim atas tuduhan "terorisme".
Baca juga: Tiga Pejuang Asing Dijatuhi Hukuman Mati setelah Dituduh Sebagai Tentara Bayaran untuk Ukraina
Baca juga: Imbas Larangan Uni Eropa, Produksi Minyak Rusia Diprediksi Anjlok 18 Persen di 2023
- Jumlah tentara Rusia yang tewas sejak awal invasi bisa mencapai 20.000, menurut penilaian terbaru oleh pejabat barat.
- Korban militer Ukraina sekarang antara 100 dan 200 sehari, menurut Mykhailo Podolyak, penasihat senior Presiden Zelensky.
- Kremlin mengatakan tidak ada kesepakatan yang dicapai dengan Turki untuk mengekspor gandum Ukraina melintasi Laut Hitam.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)