Putin Kembali Kehilangan Kolonelnya, Letkol Sergey Gundorov Tewas saat Helikopternya Terkena Rudal
Rusia kembali kehilangan kolonelnya. Sergey Gundorov dilaporkan sebagai kolonel Rusia ke-55 yang tewas selama invasi di Ukraina.
Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Inza Maliana
"Dan tidak hanya melawan Ukraina, tetapi (Rusia) juga melawan negara-negara Eropa lainnya."
"Kami sedang mempersiapkan. Kami siap. Kami memperingatkan rekan kami."
Baca juga: Presiden Jokowi: Invasi Rusia ke Ukraina Antarkan Ekonomi Indonesia ke Posisi Berbahaya
Baca juga: Rusia Klaim Lebih dari 50 Jenderal dan Perwira Ukraina Tewas dalam Serangan Rudal
- Pasukan Ukraina tetap bertahan di wilayah Donbas timur, di mana pertempuran berlanjut di Sievierodonestsk.
Serhiy Haidai, gubernur wilayah Luhansk, mengatakan Rusia mengerahkan pasukan dalam upaya untuk mengambil kendali penuh atas kota itu setelah berminggu-minggu pertempuran.
Tetapi ia menyatakan bahwa semua klaim Rusia bahwa mereka mengendalikan kota itu adalah bohong.
"Mereka mengendalikan bagian utama kota tetapi tidak seluruh kota," katanya kepada televisi Ukraina.
- Para menteri luar negeri Uni Eropa akan membahas cara untuk membebaskan jutaan ton biji-bijian yang terjebak di Ukraina pada pertemuan di Luksemburg pada hari Senin.
Diharapkan kesepakatan dapat dicapai untuk melanjutkan ekspor laut Ukraina dengan imbalan memfasilitasi ekspor makanan dan pupuk Rusia.
Tetapi masih belum jelas apakah UE akan terlibat dalam mengamankan kesepakatan semacam itu secara militer.
"Apakah akan ada kebutuhan di masa depan untuk mengawal kapal komersial ini, itu tanda tanya dan saya rasa kita belum sampai di sana," kata seorang pejabat UE.
- Perang di Ukraina bisa berlangsung selama bertahun-tahun dan akan membutuhkan dukungan militer jangka panjang, menurut NATO dan para pemimpin barat lainnya.
"Kita harus bersiap menghadapi kenyataan bahwa perang bisa memakan waktu bertahun-tahun," kata sekretaris jenderal NATO, Jens Stoltenberg, dalam sebuah wawancara dengan surat kabar Jerman Bild pada hari Minggu.
Perdana Menteri Inggris, Boris Johnson, menambahkan:
"Saya khawatir kita perlu menguatkan diri untuk perang yang panjang."