Sri Lanka akan Shut Down Jika Pemerintahan Stabil tidak Segera Dibentuk
Gubernur Bank Sentral Sri Lanka memperingatkan bahwa negara itu dapat ditutup jika tidak ada pemerintahan yang stabil segera dibentuk.
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, COLOMBO - Gubernur Bank Sentral (CB) Sri Lanka Dr Nandalal Weerasinghe telah memperingatkan bahwa negara itu dapat ditutup jika tidak ada pemerintahan yang stabil segera dibentuk.
"Kemajuan mendapatkan paket bailout (dana talangan) internasional tergantung pada administrasi yang stabil. Negara ini berada dalam cengkeraman kerusuhan massal atas krisis ekonomi," kata Dr Nandalal Weerasinghe.
Dikutip dari laman www.dailynews.lk, Sabtu (16/7/2022), Dr Nandalal Weerasinghe menjelaskan bahwa Sri Lanka telah menyaksikan keruntuhan ekonominya.
Bahkan biaya makanan, bahan bakar, serta kebutuhan pokok lainnya meroket bagi orang-orang biasa.
Baca juga: PM Ranil Wickremesinghe Resmi Dilantik sebagai Plt Presiden Sri Lanka Gantikan Gotabaya Rajapaksa
"Kami telah mampu membiayai setidaknya tiga pengiriman solar mungkin sampai akhir bulan ini dan sekitar satu atau dua pengiriman bensin. Namun di luar itu, ada banyak ketidakpastian apakah kami akan mampu menyediakan devisa yang cukup untuk membiayai minyak esensial untuk negara ini," tegas Weerasinghe.
Jika itu tidak terjadi, kata dia, maka seluruh negara akan ditutup (shut down).
"Makanya saya butuh Perdana Menteri, Presiden, kabinet, yang bisa membuat keputusan. Tanpa itu, semua orang akan menderita," jelas Weerasinghe.
Weerasinghe telah mengadakan pembicaraan dengan International Monetary Fund (IMF) tentang bailout.
"Kami berharap dapat membuat kemajuan yang baik dalam diskusi kami dengan para kreditur untuk penataan utang, namun waktu untuk proses itu tergantung seberapa cepat administrasi yang stabil akan dibentuk. Begitu pemerintahan yang stabil terbentuk, Sri Lanka dapat keluar dari krisis dalam 3,4 atau 5 bulan," kata Weerasinghe.