Temperamen, Tantangan Pertama Raja Charles III Sejak Menjabat adalah Soal Pena Mewahnya
Charles 'memaki' pena bocor yang diberikan kepadanya, saat istrinya, Permaisuri Camilla mengatakan bahwa tinta pena itu membanjiri tangan sang Raja
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, LONDON - Salah satu alasan bahwa mendiang Ratu Elizabeth II begitu populer di dunia bahkan diantara kalangan skeptis Kerajaan Inggris adalah karena berhasil menjaga temperamennya.
Saat ini telah muncul tanda-tanda bahwa penggantinya, Raja Charles III akan memiliki sikap 'sedikit kurang bisa menjaga emosi'.
Dikutip dari laman www.nymag.com, Rabu (14/9/2022), dua kali dalam beberapa hari terakhir, Raja yang baru saja dimahkotai itu telah menunjukkan sikap frustrasinya yang tidak terlihat 'agung' untuk seorang bangsawan, hanya karena sebuah pena.
Dalam insiden pertama, Raja yang sebelumnya memiliki gelar Prince of Wales ini menunjukkan wajah kesalnya saat meminta seorang ajudan untuk menyingkirkan nampan pena yang ada di mejanya.
Sehingga ia memiliki ruang untuk menandatangani dokumen besar yang tampak seperti berasal dari 'abad pertengahan' itu.
Baca juga: Raja Charles III Muak Saat Pena yang Dipakai Bocor Ya Tuhan, Aku Benci Ini
Kemudian pada Selasa kemarin, ia benar-benar melepaskan emosinya, saat mencoba menandatangani dokumen lain dalam kunjungannya ke Irlandia Utara.
Charles 'memaki' pena bocor yang diberikan kepadanya, saat istrinya, Permaisuri Camilla mengatakan bahwa tinta pena itu membanjiri tangan sang Raja.
Charles pun marah dan merasa jijik dengan kondisi tersebut.
"Saya tidak tahan dengan hal berdarah ini," tegas Raja Charles.
Ia kemudian mengeluh bahwa tiap dirinya menemukan pena yang bocor, tintanya pasti selalu memiliki bau yang menyengat.
"Setiap kali pasti bau," jelas Raja Charles.
Sikapnya ini diperkirakan akan menjadi simbol bahwa Raja yang baru memerintah beberapa hari ini memiliki karakter 'pemarah' saat menghadapi situasi seperti itu.
Para pengamat menilai, tidak mungkin kepribadian putra sulung mendiang Ratu Elizabeth II itu mengalami banyak perubahan setelah mendapatkan pekerjaan teratas di monarki.
Satu-satunya yang menjadi pertanyaan adalah apakah emosinya atas gangguan kehidupan sehari-harinya itu akan membuatnya disukai publik atau akhirnya justru membantu menjatuhkan monarki. (nymag/Tribunews.com/Fitri Wulandari)