Krisis Ekonomi Inggris Kian Parah, Jutaaan Warga Kurangi Jatah Makan, Perdana Menteri Mundur
Lembaga itu memperkirakan makin banyak risiko peningkatan kemelaratan dan kemiskinan setelah Inggris menunda pembekuan harga energinya.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, INGGRIS - Krisis ekonomi di Inggris kian parah.
Krisis menyebabkan inflasi harga barang dan jasa naik, membuat biaya hidup melonjak.
Kesengsaraan makin melanda Inggris, jutaan warga biasa mengurangi frekuensi makan setiap harinya .
Demikian peringatan sebuah kelompok konsumen pada Kamis, (20/10/2022) seperti laporan Straits Times.
Lembaga itu memperkirakan makin banyak risiko peningkatan kemelaratan dan kemiskinan setelah Inggris menunda pembekuan harga energinya.
Baca juga: Liz Truss Mundur, Sederet Nama Ini Disebut Jadi Kandidat Kuat Perdana Menteri Inggris
Berita itu muncul setelah data menunjukkan inflasi Inggris melonjak kembali ke atas 10 persen pada bulan September.
Lonjakan inflasi tersebut akibat kenaikan harga pangan.
Setengah dari rumah tangga Inggris mengurangi frekuensi makan setiap hari, kata kelompok konsumen Which? mengutip survei terhadap 3.000 orang.
Proporsi yang sama dari keluarga partisipan survei merasa lebih sulit untuk makan dengan sehat dibandingkan sebelum krisis, sementara hampir 80 persen merasa kesulitan secara finansial.
“Dampak buruk dari krisis biaya hidup, yang mengkhawatirkan, menyebabkan jutaan orang melewatkan makan atau berjuang untuk menyajikan makanan sehat di atas meja,” kata Sue Davies, Kepala Kebijakan Pangan.
Secara terpisah, kelompok konsumen pada Rabu (19/20/2022) menyatakan keputusan pemerintah Inggris minggu ini untuk mengekang pembekuan harga energi akan membuat jutaan orang tidak mendapatkan energi untuk mesin pemanas di rumah mereka secara memadai.
Apalagi sebentar lagi musim dingin menyapu Inggris yang dingin sehingga dibutuhkan pemanas di rumah-rumah warga.
Dalam serangkaian perubahan anggaran yang memalukan, Menteri Keuangan baru Jeremy Hunt hari Senin, (17/10/2022) mengumumkan dia akan menghentikan pembekuan harga energi utama pada bulan April, bukan pada akhir 2024 seperti rencana semula.
“Keputusan pemerintah untuk mengakhiri dukungan energi universal pada bulan April berisiko membuat jutaan rumah tangga di seluruh negeri, bukan hanya yang paling rentan secara finansial, jatuh ke dalam kemiskinan bahan bakar,” kata Rocio Concha, kepala kebijakan dan advokasi di Where?.