Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Rekan Kerja Tewas Tergilas Mesin Mixer Pabrik, Pekerja Bantah Klaim Standar Keselamatan SPC Group

Kesaksian dari para pekerja Paris baquette kini mulai terkuak dan membeberkan apa yang sebenarnya terjadi pada hak-hak para pekerja pabrik roti itu.

Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Dewi Agustina
zoom-in Rekan Kerja Tewas Tergilas Mesin Mixer Pabrik, Pekerja Bantah Klaim Standar Keselamatan SPC Group
Twitter @tonykchoi
Toko roti Paris Baguette Korea Selatan. Kesaksian dari para pekerja Paris baquette kini mulai terkuak dan membeberkan apa yang sebenarnya terjadi pada hak-hak para pekerja pabrik roti itu pasca tewasnya seorang pekerja. 

"Perusahaan mengatakan mereka (mendiang K dan rekan lainnya) bekerja sebagai tim dua orang pada saat itu, namun mereka tidak melakukan pekerjaan yang sama. Padahal jika ada satu orang di sebelahnya, tentu akan dapat menghentikan mesin dengan menekan tombol berhenti darurat," kata B.

Menurut penjelasan Kementerian Ketenagakerjaan Korsel, tidak ada kewajiban hukum bagi tempat kerja ini untuk mengoperasikan tim yang terdiri dari dua orang.

Namun, jika bekerja berpasangan ditentukan dalam pernyataan kerja atau manual perusahaan kemudian dilanggar, maka ini bisa menjadi pelanggaran Pasal 4 dari Keputusan Penegakan Undang-undang (UU) Hukuman Kecelakaan Serius (SAPA).

Perlu diketahui, SAPA mewajibkan mengidentifikasi faktor-faktor berbahaya sesuai dengan karakteristik spesifik tempat kerja, kemudian mengambil tindakan yang tepat untuk menangani risiko tersebut.

Baca juga: Karyawannya Tewas Tergiling Mesin Pengaduk Saus, Paris Baguette Justru Ekspansi ke Inggris

Padahal, menurut dokumen standar keselamatan terkait pengoperasian mesin pencampur SPL ini, jumlah pekerja yang terdaftar untuk mengoperasikan mesin ini seharusnya ada dua.

Seorang pejabat SPC Group mengklaim bahwa mitra kerja mendiang K tidak ditugaskan untuk mengerjakan tugas lain, namun hanya sementara di ruang yang berbeda dari mendiang K untuk melakukan pekerjaan lainnya yang diperlukan dalam pencampuran bahan.

"(Pekerja lain) hanya berada di tempat yang berbeda dari K selama sembilan menit sebelum kecelakaan," kata pejabat SPC Group.

BERITA TERKAIT

Namun pernyataan orang dalam SPC Group itu dibantah serikat pekerja yang tidak setuju dan melawan narasi perusahaan.

"Melalui beberapa rekan yang bekerja (di pabrik) pada waktu yang sama, kami mengetahui bahwa keduanya telah bekerja di tempat yang berbeda untuk waktu yang lama, tidak hanya sebelum kecelakaan," kata serikat pekerja.

Presiden serikat pekerja cabang KCTF untuk SPL, Kang Kyu-hyeok mengatakan dalam konferensi pers beberapa hari lalu bahwa permintaan serikat pekerja agar ada lebih banyak pekerja yang ditugaskan untuk shift malam 'tidak pernah didengarkan' perusahaan.

"Kami terus menuntut lebih banyak pekerja untuk dipekerjakan karena kurangnya personel shift malam, namun panggilan kami tidak terdengar," kata Kang, yang menjelaskan alasannya secara detail.

Ia menegaskan, tidak mungkin mendiang K bekerja dalam tim yang terdiri dari dua orang pada saat kematiannya.

"(SPL) juga menghilangkan pelatihan keselamatan yang mewajibkan pekerja datang 30 menit lebih awal tanpa dibayar," jelas Kang, menunjuk pada ketidakpekaan perusahaan terhadap aspek keselamatan pekerja.

Sebaliknya, Kang menegaskan bahwa para pekerja menandatangani pernyataan yang menyatakan bahwa mereka telah menerima pelatihan keselamatan yang sebenarnya belum mereka terima sedikitpun.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas