Xi Jinping akan Kunjungi Arab Saudi di Tengah Kerenggangan Hubungan Riyadh-Washington
China dan Arab Saudi juga telah mengambil sikap berbeda terhadap Barat sehubungan dengan perang Ukraina.
Penulis: Mikael Dafit Adi Prasetyo
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Mikael Dafit Adi Prasetyo
TRIBUNNEWS.COM, BEIJING – Presiden China Xi Jinping dijadwalkan akan mengunjungi Arab Saudi pada Kamis (8/12/2022) untuk menghadiri agenda kenegaraan selama dua hari.
Menurut sebuah sumber, kunjungan Xi Jinping ke Riyadh dalam rangka menghadiri KTT China-Arab dan konferensi China-GCC.
Setidaknya 14 kepala negara Arab diharapkan menghadiri KTT China-Arab, menurut sumber diplomatik Arab yang menggambarkan perjalanan itu sebagai "tonggak sejarah" untuk hubungan Arab-China.
Sumber berbicara dengan syarat anonim karena mereka tidak berwenang untuk berbicara kepada media.
Dikutip dari CNN, desas-desus mengenai kunjungan Xi Jinping ke sekutu terbesar AS di Timur Tengah telah beredar selama berbulan-bulan, tetapi belum dikonfirmasi oleh pemerintah Arab Saudi dan China.
Adapun, laporan kunjungan yang telah lama ditunggu-tunggu tersebut datang dengan latar belakang sejumlah ketidaksepakatan yang dipendam oleh AS terhadap Beijing dan Riyadh, yang membuat Washington kecewa karena hanya memperkuat hubungan dalam beberapa tahun terakhir.
Seperti diketahui, AS dan Arab Saudi masih terlibat dalam pertikaian panas mengenai produksi minyak, yang sempat memuncak pada Oktober lalu ketika kartel minyak pimpinan Saudi OPEC Plus memangkas produksi sebesar dua juta barel per hari dalam upaya untuk “menstabilkan” harga.
Sebagai sekutu kuat AS selama delapan dekade, Arab Saudi menjadi getir atas apa yang dirasakannya ketika dukungan keamanan dari AS di wilayah tersebut mulai memudar, terutama di tengah meningkatnya ancaman dari Iran dan proksi bersenjata Yaman.
Ketika sekutu Amerika di Teluk Arab menuduh Washington tertinggal dalam jaminan keamanannya di kawasan itu, China telah memperkuat hubungannya dengan monarki Teluk, serta dengan musuh AS yakni Iran dan Rusia.
Baik China dan Arab Saudi juga telah mengambil sikap berbeda terhadap Barat sehubungan dengan perang Ukraina.
Keduanya telah menahan diri untuk tidak mendukung sanksi terhadap Rusia, dan Riyadh telah berulang kali menyatakan bahwa Moskow adalah mitra penghasil energi utama yang harus dikonsultasikan mengenai keputusan OPEC Plus.
Menyusul pemangkasan minyak besar-besaran bulan lalu, beberapa pejabat AS pun kemudian menuduh Arab Saudi berpihak pada Rusia.