India Ganti Hari Valentine Jadi Hari Pelukan Sapi, Ajak Anak Muda Cintai Tradisi Sendiri
India mengganti Hari Valentine tahun ini jadi Hari Pelukan Sapi. Pemerintah mengajak anak muda mencintai tradisi India yang mayoritas beragama Hindu.
Penulis: Yunita Rahmayanti
Editor: Daryono
TRIBUNNEWS.COM - Departemen Kesejahteraan Hewan India meminta warganya merayakan Hari Valentine tahun 2023 sebagai "Hari Pelukan Sapi".
Hari Pelukan Sapi ini bertujuan mempromosikan nilai-nilai Hindu dengan lebih baik.
Dalam sebuah pernyataan tertulis pada Rabu (8/2/2023), Dewan Kesejahteraan Hewan India mengatakan memeluk sapi akan membawa kekayaan emosional dan meningkatkan kebahagiaan individu dan kolektif.
Umat Hindu yang taat, mengatakan hari raya Barat seperti Hari Valentine bertentangan dengan nilai-nilai tradisional India, dikutip dari Al Jazeera.
Dalam beberapa tahun terakhir, kelompok Hindu sayap kanan telah menyerbu toko-toko di kota-kota, membakar kartu dan hadiah, dan mengusir pasangan yang berpegangan tangan keluar dari restoran dan taman.
Baca juga: 10 Ucapan Hari Valentine untuk Pacar dalam Bahasa Inggris dan Terjemahan
Mereka mengatakan Hari Valentine mempromosikan pergaulan bebas.
Kelompok-kelompok seperti Shiv Sena dan Bajrang Dal mengatakan tindakan seperti itu membuka jalan untuk menegaskan kembali identitas Hindu.
Anak muda India terpelajar biasanya menghabiskan liburan di taman dan restoran, bertukar hadiah dan mengadakan pesta untuk merayakan Hari Valentine.
Umat Hindu terdiri dari hampir 80 persen dari hampir 1,4 miliar penduduknya. Muslim mencapai 14 persen, sedangkan Kristen, Sikh, Budha, dan Jain menyumbang sebagian besar dari 6 persen sisanya.
Baca juga: Kemenparekraf Genjot Kunjungan Wisatawan Asal India Lewat SATTE 2023
Imbauan Memeluk Sapi
Sapi telah lama tertanam dalam jiwa Hindu dan sangat dihormati oleh banyak orang karena mirip dengan ibunya.
Sebagian besar negara bagian di India telah melarang penyembelihan sapi.
Imbauan dewan kesejahteraan hewan meminta orang untuk keluar dan memeluk sapi secara fisik pada 14 Februari.
Seorang analis politik, Nilanjan Mukhopadhyay, mengatakan seruan itu benar-benar gila dan menentang logika.